Tears Drop

2 0 0
                                    

Fanfic GenmaShizune
For a Minute
               Dia, masih di sini, masih bersamaku dan masih berada di hati ini. Jika saja semuanya seperti kemudi kapal yang dapat digerakkan ke segala arah, aku ingin memutarbalikkan waktu dan memperbaiki semua hal yang telah terjadi pada diriku, pada kami, pada kita, Shizune. Aku tidak mengerti, setelah hari itu aku merasa semuanya sia-sia, andai waktu dahulu aku memikirkan ‘itu’ berulang kali, mungkin cincin ini sudah bersemayam pada jari kita masing-masing. Seperti yang kau katakan, sayangnya aku terlambat.
              Pagi ini aku berusaha membuka kelopak mata yang masih terasa berat, dan mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi padaku hingga bisa-bisanya tubuh ini dengan nyaman berada di ruang yang sama di mana dahulu aku sering kali menjalani opname.
              Flashback
              “Kamu, lelaki yang sangat jahat, Genma! Kamu telah menyia-nyiakan waktu yang seharusnya kau pergunakan untuk... meminangku” ucap wanita itu, lirih. Aku hanya menghembuskan napas berat, bisa saja aku mengutuk tugas gila itu. ayah terlalu kejam menugaskanku di Korea. Dan apa jadinya sekarang?
              “Kedatanganku kesini untuk menyampaikan sesuatu padamu, ini juga masalah hubungan. Dan aku tak perlu lagi bertanya apa kau menerima semua ini atau tidak, dan bahkan aku sendiri sudah memasrahkan hidup dan matiku pada pernikahan ini” Shizune menyungging senyum pahit dan merogoh tasnya kemudian menyerahkan benda berbentuk persegi panjang dan tipis berwarna merah maroon itu kepadaku, sedari ia membuka pembicaraan awalnya, aku sudah merasakan firasat yang tidak enak. Dan karena sebuah firasat buruk memang tidak pernah salah. Itu ‘Undangan’.
              “Aku tidak mengharapkan kehadiranmu, Tuan muda Shiranui. Jika bagimu itu sebuah tanggung jawab kau boleh tidak hadir, tapi jika benar itu sebuah cinta sejati dan kau tidak akan tinggal diam” ucapnya dan sekaligus menutup perjumpaan, setelah itu aku tidak lagi melihat wanita itu di hadapanku. Perlahan tapi pasti aku mulai membuka undangan tersebut, meski kutahu ini menyakitkan tapi aku sudah mempersiapkan mental sedemikian rupa, walau bagaimanapun ini semua akibat dari kecerobohanku. Aku menemukan nama seorang lelaki yang beruntung sepanjang hidupnya, ‘Mr Hatake Kakashi’. Ini tak seperti yang kuduga, aku menggeleng tak percaya, pertahananku nyaris runtuh. Dia sahabatku sendiri.
              Siapa yang akan menerima ini dengan lapang dada? Semua manusia normal pastilah memiliki rasa yang berkecamuk meski dalam bualannya berkata rela. Selain Shizune kekasihku, dan Kakashi itu sahabatku, takdir macam apa ini? Tuhan kuatkan aku.
             Langkahku semakin gontai menelusuri anak tangga menuju kamarku, ibu mulai menumpahiku dengan berbagai pertanyaan, aku hanya diam, aku lelah. Langkahku terhenti ketika rasa pusing yang amat sangat menderaku, tak lama aku juga bisa merasakan kedua rongga hidung memanas dan terdapat aliran sesuatu di sana, aku mengusapnya. Apa lagi yang harus aku hadapi? Di punggung tanganku itu begitu kentara cairan berwarna merah pekat, ataukah penyakit itu kembali lagi? Setelahnya aku tak dapat merasakan kaki ini benar-benar berpijak pada lantai, oh ayolah ini tangga. Jika harus pingsan seharusnya tidak di tempat yang ekstrem seperti ini. Yang terakhir kurasakan bahwa kepalaku membentur sesuatu yang ku yakini besi traly. Semuanya buram.
             Flashback off
            “Kau sudah sadar, Genma?” suara itu sungguh tak asing lagi, tampak dua orang lelaki yang sedang duduk di sofa, beranjak dan mendekatiku. Hanya karena benturan pada traly aku tak mungkin dengan mudah melupakan keduanya. “Kau tidak bertanya di mana dirimu sekarang?” tanya Izumo dengan nada mengejek, cih bahkan terbersit saja tidak. Aku hanya bergumam bahwa itu sinetron sekali, keduanya terkekeh. “Biar kupanggilkan dokter, Genma!?” tawar Hayate, aku hanya menarik tangan kanannya. “Aku baik-baik saja”
            “Apa katamu? Dengan keadaan yang seperti ini kau bilang baik-baik saja?” omel Izumo, ku akui sahabatku yang satu ini memang benar-benar cerewet untuk masalah kesehatan, bahkan Hayate mungkin sudah bosan di setiap napasnya mendengarkan Izumo berkoar mengenai batuk kronis yang ia derita. “Tanggal berapa hari ini?” tanyaku tanpa mempedulikan ocehan itu, Hayate mengangkat sebelah alisnya.
             “Empat Juni” jawabnya pelan. Ya Tuhan,,, hari ini hari pernikahan Shizune dan Kakashi. ‘jika benar itu sebuah cinta sejati dan kau tidak akan tinggal diam’.
             “Aku mengerti itu, Genma. Hari ini,,,”
            “Bisa aku minta tolong pada kalian untuk mengantarkanku ke sana?”
            “Kau ini sudah gila atau memang tidak waras hah? Jangan lakukan hal konyol!”
             “Aku tak peduli, Izumo. Jikapun kalian tak bersedia, tolong jangan cerewet! Aku bisa melakukannya sendiri!” aku berusaha bangkit dan berdiri sembari memegangi botol infusenya. Tak peduli kedua manusia itu menyumpah serapahiku dengan berbagai macam kalimat, yang ada dalam pikiranku sekarang hanyalah Shizune. Aku harus menemuinya dan segera meminangnya. Seperti yang sebagian orang ketahui jarak anatara rumah sakit dengan gereja itu lumayan jauh, kutegaskan aku tidak peduli meski sesampainya di sana napasku habis atau bahkan di depan kedua mempelai itu aku ambruk kelantai, asal Shizune mengerti, aku datang untuk menikahinya.
             Napasku tersenggal-senggal ketika sampai di depan pintu masuk gereja. Semuanya yang menghadiri acara pemberkatan tersebut dengan spontan menengok ke arahku dengan tampang heran. Kakashi yang baru saja akan memesukkan ring cincin ke jari manis Shizune itu menghentikan aktivitasnya, pendeta tak kalah bingung, Shizune tersenyum kecut di kejauahan sana, terlihat raut kelegaan ketika aku mulai berjalan di karpet merah dan mendekati mereka. Kedua orangtuanya tampak pasrah merasa bahwa ini pilihan yang dimaksud puteri tunggal mereka. Sedang Sakumo-sama menatap ke arah lain merasa benar-benar tidak ingin menyaksikan adegan selanjutnya.
             “Ayah, ibu. Ini yang kumaksud sebagai mempelai lelaki istimewanya” ucap Shizune lirih, semuanya hanya diam dan masih saja tak mengerti. Shizune menatapku dengan ekspresi bertanya apakah aku baik-baik saja, aku tersenyum berkeras. Kakashi berjalan mendekatiku dan menyerahkan cincin paltinum itu padaku. “Kau adaalah orang yang sangat tepat untuk Shizune. Cinta sejati itu memang sangat hebat, membuat yang tidak mampu menjadi mampu, membuat yang lemah menjadi kuat, dan tentunya membuat yang terpisah menjadi bersatu kembali. Menikahlah dengannya, Tuhan sudah merencanakan ini semua, dia adalah jodohmu” jelas Kakashi dengan bijak. “Meski dengan waktu yang singkat” lanjutku dengan harap-harap cemas, kulihat Kakashi tertegun. “Berjanjilah, Kakashi! Jika pada saatnya waktuku habis, bisakah kau menjaga dan mencintai Shizune untukku? Maaf bila permintaanku ini sungguh egois, tapi inilah adanya” Kakashi menyentuh pundakku lembut sembari tersenyum, “Sekalipun kau menyuruhku bunuh diri hari ini, apapun itu akan aku lakukan” lanjutnya. Kulihat tatapan Shizune mulai berkaca, entahlah mungkin perasaannya tak jauh berbeda denganku, bahagia, haru, sedih, kecewa, putus asa dan takut berbaur menjadi satu. Kakashi memegangi infuseku dan berdiri sebagai ajudan di belakangku.
                “Pak pendeta, kita mulai sekarang!” inruksi Kakashi, sang pendeta mengangguk tersenyum. Semuanya kembali hidmat, tapi Sakumo-sama memilih pergi.
             Aku menatapnya dengan tajam, wanita itu masih sama seperti dulu, masih seperti lima tahun yang lalu, tatapannya yang teduh membuatku damai di dalamnya. Inilah cintanya, aku sudah berusaha semampuku, jikapun semua orang sama sekali tidak setuju atau mencaciku dan mengataiku sebagai perebut istri orang lain, aku tak peduli. Shizune milikku, dan pernikahannya dengan Kakashi itu perjodohan yang sebenarnya Kakashi sendiri tak berharap.
              Dengan tanpa persiapan sama sekali, bahkan aku masih mengenakan pakaian lengan panjang biru muda milik rumah sakit dan jarum infuse masih menancap di tangan kiriku, aku melaksanakan ritual ini dengan sempurna hingga pertanyaan terakhir dan janji suci.
              Aku menatapnya bahagia, memeluknya erat. Seakan tak ingin lepas. “I Love You” bisikku pelan di telinganya, ia pun membalas dengan kalimat yang sama. Semuanya bertepuk tangan ria, menatap kami dengan tatapan haru dan beribu ucapan selamat. Kakashi memelukku, “Selamat ya,,, aku sudah berkata kalau jodoh itu tidak akan kemana-kemana. Buktinya kau mampu melalui ini”
              “Terimakasih, Kakashi-san” ia tersenyum lembut, semuanya tampak bahagia, sanak saudara Shizune yang langsung mengerubunginya, dan juga kedua orang tuanya yang tampak saling berpelukan, akhirnya puteri mereka melalui moment mahasakral itu. “Ceritakan padaku nantinya, tentang pengalaman malam pertamamu!” bisik Kakashi yang dengan spontan membuat wajahku mulai memanas, aku tersenyum malu, benar-benar tak dapat menahannya.
               Normal POV
              Saat semuanya terlihat bahagia, Genma memegangi kepalanya erat, lagi-lagi ia merasa pusing yang berlebihan hingga hampir saja ia limbung kelantai sebelum pada akhirnya tertangkap oleh ayah Shizune. “Kau baik-baik saja?” tanya beliau, Genma sedikit mengerang mencoba menahannya sembari berkata “Aku terlalu bahagia, paman” dengan tawaan kecil. Tapi, ayah Shizune melihat sesuatu yang mengalir dari rongga hidung menantunya itu, darah. Jelas sekali tampak kontras dengan kulit wajah Genma yang putih dan pucat. “Ini tidak baik” ujar Kakashi yang mulai menyadari itu, kemudian ia berteriak panggil ambulance. Semuanya tampak bingung dan tegang, Shizune panik dan terus saja bertanya apa yang terjadi. Seketika itu pula pandangan Genma mulai menghitam dan tak dapat mendengar apapun lagi.
.
.
.
               “Kau tidak bertanya di mana kau sekarang, Genma?” dan Genma mendapatkan kalimat itu lagi, dalam ketakberdayaannya ia masih sempat berdecak sambil berucap “Berhentilah menanyai hal itu setiap kali aku siuman, Izumo! Bahkan terbersit di hatiku setitik pun saja tidak. sinetron sekali” Izumo hanya tertawa lepas. “Selamat! Untuk hidup barumu, Genma. Jujur saja aku terharu mendengarnya ketika ku tahu kau sudah berada di altar”
               “Kau tidak meminta maaf atas perbuatanmu kemarin? Heh?”Izumo hanya terkekeh.
               “Dan aku minta maaf atas ketidaktebalanku sebagai sahabat, kudapati kau berlari dengan kekuatan penuh”
               “Katakan saja bahwa waktu itu merepotkan!”
               “ahhahhaha. Kau berkata apa, Genma? Aku dan Hayate bersembunyi di balik pintu gereja ketika kau melangsungkan acara pemberkatan”
              “Bohong! Awas saja, jika kau akan menikah, aku akan melakukan hal yang sama” lagi-lagi Izumo hanya tersenyum getir, hanya saja Izumo berusaha menyembunyikan air matanya teringat perkataan dokter bahwa Tuhanlah yang menentukan semua kehidupan, dan nyawa lelaki itu hanya bisa menunggu keajaiban.
               “Shizune selalu menemanimu beberapa malam ini bersama Kakashi. Dia berharap kau segera siuman, jadi akan kuhubungi mereka terlebih dahulu!”
               “Tidak perlu, Izumo. Ia bersama insting keistriannya akan datang sendiri tanpa kau suruh!”
               “Kakashi,,, dia bagaimana?” pertanyaan itu membuat Genma diam sesaat. Menatap ke arah lain, dan mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskannya. “Dia,,,---
               ‘Aku akan menjadi duplikatmu nanti, jangan cemas. Sekarang berbahagialah dengannya, aku tidak bisa berwarna, Genma. Aku netral, entah untuk kedepannya. Jika saja kau mengalami kesulitan atau apalah itu, hubungi saja aku, e,,, bukan maksudku... yah begitu, tapi ini untuk dirimu dan juga Shizune. Jikapun kau tak kuat berserahlah! Mereka, orang-orang yang kau cintai dan kau sayangi akan bahagia di sini, jangan cemas! Bila kau memikirkan itu, semakin kau tidak tenang dan berat meninggalkan semuanya. Di satu sisi Shizune tentunya sangat bahagia kau telah tak merasakan sakit itu lagi, meski di sisi lain ia merasa amat sangat sedih. Ya,,, aku tahu, Genma tetaplah Genma dan Kakashi tak bisa sempurna menjelma menjadi Genma. Cinta seorang Shizune tetap saja Genma, bukan Kakashi. Tapi aku berjanji untuk selalu melindungi dan menjaganya.’
... itu yang Kakashi katakan padaku”
                 “Kau tidak lagi mencemaskannya?”
                 “---.... entahlah... aku juga kurang mengerti” gumam Genma, Izumo hanya menghembuskan napas beratnya.
---
                Waktu pagi di taman depan rumah keluarga Hatake, dua lelaki identik namun memiliki perbedaan usia yang kentara itu tampak duduk di bangku taman.
                “Aku mengerti ayah sangat kecewa”
                “itu tidak wajar, Kakashi”
                “Ya, aku mengerti. Aku berusaha mengerti jalan pikiranmu, ayah. Tapi setidaknya ayah juga tolong mengerti aku. Jika saja ayah akan murka, murka saja padaku. Jangan pada Shizune ataupun Genma. Mereka adalah dua manusia yang memang ditakdirkan untuk bersama, seperti ayah dan mendiang ibu misalnya. Aku tidak menganggap ini berat, justru ketika Shizune tertekan, aku merasa itu bebanku”
                 “Kau mulai mencintainya?” tanya Sakumo spontan. apa tadi? Mencintainya? Apa yang baru saja aku katakan?
                 “e,,, maksudku jika Shizune tidak bahagia, itu sama saja mengkekangnya. Nanti malah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, kau tahu sendiri kan, ayah? Wanita adalah makhluk yang paling sensitive” jelas Kakashi, selain itu ia juga harus mencoba tenang. Tiba-tiba ponsel Kakashi berdering, dengan cepat ia mengangkatnya.
                “Ya? Halo,,, Shizune, ada apa?” sapanya lembut, tapi setelah mendapatkan jawabannya ekspresi Kakashi berubah sembilan puluh derajat dan perlahan meenurunkan ponsel dari telinganya, Sakumo bertanya apa yang terjadi.
                 “Hanya jika Tuhan berkehendak ia akan bertahan” jawabnya spontan, ah,,, Sakumo tak mengerti apapun
                 “Kau berbicara apa?”
                  “Dan aku harus ke rumah sakit saat ini juga” belum sempat Sakumo bertanya, Kakashi sudah bergegas menyambar kunci Saab hitam metalic nya.
---
                 Shizune terus saja berlari seraya menarik tangan Kakashi, tanpa peduli ocehan orang-orang yang berlalu lalang di koridor rumah sakit, yang ada di pikirannya hanyalah Genma, suaminya. langkahnya semakin cepat seiring dengan gertakannya, ia bergumam memohon agar Genma tetap bertahan.
                 ‘Akhirnya,,,’ pintu ICU sudah tepat sekitar sepuluh meter di depannya, di depan pintu itu ada Tuan Shiranui, ayah Genma.
                 “Ayah, apa yang terjadi?”
                “Masuklah!” tanpa pikir panjang Shizune juga menyeret Kakashi masuk ke dalam, di dalam itu sudah ada beberapa dokter yang menangani, tapi mereka tampak diam. Shizune menyerobot mendekati ranjang rawat. Kini di depan wanita itu mendapati pemandangan yang cukup membuat lututnya lemas. Tubuh Genma yang terkulai lemas kini semakin dingin dan pucat, tapi warm honey lelaki itu masih memancar meski tak maksimal. Isakan Shizune mulai terdengar tatkala lelaki yang sedang memperjuangkan nyawanya itu menatapnya sendu. ‘Kau jangan menangis, Shizune’ jika saja Shizune tak mendengarnya dengan saksama, mungkin itu benar-benar tidak terdengar. Shizune meraih tangan Genma yang dirasanya sangat dingin dan terlihat pucat, ‘apakah ini waktunya?’ batin wanita itu, kemudian menempelkan punggung telapak tangan Genma ke pipinya. “Kau bisa bertahan untuk beberapa waktu lagi, saja?” pertanyaan itu hanya direspon dengan tatapan sendu Genma, mungkin lelaki itu sudah sama sekali tidak memiliki kekuatan untuk menjawab, terakhir ia hanya bergumam bahwa ‘Berbahagialah!’, dan kemudian monitor ECG yang mendeteksi detakan jantungnya mulai menampakkan garis lurus. Isakan Shizune semakin nyata, wanita itu menjatuhkan kedua telapak tangan dan kepalanya di dada lelaki yang sudah terbujur kaku itu.
              Insting seorang pria ada di diri Kakashi, ia menarik tangan Shizune dan memasukkan tubuh wanita itu ke dalam pelukannya dan menenangkannya. Para pihak medis sudah menggeleng pasrah, tak ada lagi yang dapat mereka perbuat, Tuhan lebih menyayangi pria bersurai cokelat terang itu. Dia lebih baik damai dibanding selalu menanggung pesakitan. Dia sudah lelah hari ini, sudah sangat mengantuk dan sudah saat baginya untuk istirahat. Mungkin keraguan yang sempat ditanyakan Izumo beberapa waktu lalu ia sudah bisa untuk tidak cemas, ada Kakashi yang akan menjaga Shizune, ada mereka berdua untuk menjaga ayahnya, ada banyak orang-orang yang ia sayangi yang dapat ia percaya. Beban itu telah ia lepaskan, walaubagaimanapun Genma juga manusia yang mengerti apa itu rasa lelah. Dia percaya Tuhan maha segalanya, Tuhan yang akan menjaga semuanya. Jadi ia tak perlu ragu lagi, karena Kuasa Tuhan tidak harus diragukan lagi, jauh lebih proteks dan kompleks.
              Shizune menatapnya sekali lagi dan bergumam dia akan bahagia.

‘’
888


               Satu tahun setelahnya. Seorang lelaki dan seorang wanita itu berdiri berdampingan di depan sebuah pemakaman, lelaki itu mendekap pundak istrinya yang tampak sedang mengandung. Sesekali keduanya tersenyum ke arah poto seseorang di tugu besar pemakaman tersebut.
               “Pastilah ia juga tersenyum melihat kita yang sekarang ini, Kakashi-koi” ucap Shizune lirih, seraya mengusap air matanya yang sempat tak terbendung.
               “Ya,,, semuanya berlalu begitu saja. Dan Genma tak perlu mencariku hingga ke neraka untuk memarahiku, aku telah menangkan hariku bersamamu di sini” ‘Aku telah menepati janjiku, Genma. Dan kau tak perlu cemas, wanitamu akan baik-baik saja di sini, begitupun ayahmu. Yah meski hingga sekarang aku tidak bisa sempurna menjadi duplikatmu. Aku sudah berkata bahwa Genma tetaplah Genma, dan Kakashi tidak bisa berubah menjadi Genma’
                Shizune tertawa kecil mendengarnya, seseaat sebelum mereka beranjak, Shizune sempat meletakkan sebuket bunga Daisy tepat di depan poto seseorang tersebut. Kemudian keduanya beranjak dan melangkah menjauh. Setidaknya ia sempat menikah dengan Genma, dan dia berjanji akan bahagia untuk mendiang suaminya itu. Cinta sejati memang sangat hebat, seperti yang Kakashi katakan, membuat yang tidak mampu menjadi mampu, membuat yang lemah menjadi kuat dan membuat yang terpisah menjadi bersatu. Takdir Tuhan tak pernah buruk, Dia mengerti yang mana yang dibutuhkan dan yang tidak terlalu dibutuhkan oleh makhluk-Nya, karenanyalah Takdir akan indah dengan caranya.

---***SELESAI***---

A story by Wati Fatimah, finished on Tuesday, May 30th 2017. 04.16 PM

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tears DropTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang