Satu

17 1 0
                                    


“Vin, ambilin handuk dong…” teriakku dari dalam kamar mandi

“Yang bener”

“Ah elah, ribet banget nyuruh lo” makiku, tapi tetap aku membenarkan ucapanku. “Kevin, tolong ambilin handuk yaa…”

“Biasain manggil ‘mas’ kenapa? Aku suami kamu bukan?” dumelnya ternyata mempermasalahkan cara memanggilku padanya.

“Lah? Kalau udah jadi suami harus manggil ‘mas’ gitu?” ucapku lirih

Kevin Adhipranata. Dua bulan yang lalu ia resmi menyandang gelar sebagai suamiku. Kita sudah lama menjalin kasih, lebih tepatnya 6 tahun. Kalau saja Kevin tidak menolak saat ku ajak menikah setelah wisudaku, mungkin kita udah punya anak. Namun Kevin tetaplah Kevin, keras kepala. Alasannya dia mau punya rumah sendiri sebelum menikah. padahal dia udah punya Appartement, apa bedanya coba?. Yang pentingkan punya tempat tinggal sendiri, nggak numpang sama orang tua.

“Viin!!” sial bener-bener mau biarin gue mati kedinginan kali tuh bocah.

Aku juga gak jauh beda sama Kevin, keras kepala. Susah banget biasain lidah buat manggil dia ‘mas’. Makin dia sering ngatur, makin sering juga aku nglantur.

“maaaaaaaaaaaaaaaasssssssssssss!!!” teriakku saking kesalnya.

“Gue disini, gak usah teriak” jawabnya dingin.

“mana?” tanganku terulur siap menerima handuk dari Kevin. Tapi dia tak kunjung memberikan handuknya, aku pun membuka sedikit lebih lebar pintu dan menyembulkan kepalaku. Kudapati Kevin tengah menyender pada dinding dekat pintu dengan handuk di tangannya.

“ck” aku pun berdecak kesal padanya. Lalu meraih handuk ditanganya dengan kesal.

Setelah memasangkan handuk pada tubuhku, aku keluar dari kamar mandi. Perasaanku masih dongkol, namun tak kudapati Kevin di kamar. Sepertinya dia sama dongkolnya. aku itu orangnya gak mau kalah, apalagi sama Kevin. GAK MAU.

***

Aku bersiap untuk tidur tanpa repot mencari Kevin dahulu. Tak lama setelah memejamkan mata terdengar pintu kamar terbuka dan langkah kaki mendekat. Kevin merebahkan diri di sampingku. Memelukku dari belakang dan menyium bahuku sebentar karena aku memunggunginya.

Meskipun tingkat keras kepala Kevin tinggi, ia selalu menjadi yang pertama merangkulku setelah pertengkaran kami. Entah karena terbiasa dengan sifat Kevin atau gengsiku yang tinggi, aku tidak pernah sekalipun mengawali berbaikkan dengannya. Satu hal yang pasti, Kevin akan datang padaku, lalu memelukku erat seperti sekarang.

“Fan?” panggil Kevin lembut

“hm” aku bergeming, karena sudah ngantuk banget

“Stefani?!” panggilnya dengan nada suara lebih tinggi dari sebelumnya.

“Apa?”

“Mau sampai kapan?”

“Apanya?”

“Mau sampai kapan berantem karena hal-hal sepele kayak gini? Kita udah bukan bocah lagi ya…”

Aku enggan menyahutinya, kubalikkan badan menghadapnya dan langsung masuk dalam pelukannya. Kantukku semakin menghirup aroma tubuh kevin. Dadanya yang bidang memang sangat menggiurkan untuk dijadikan sandaran. Sepertinya Kevin juga lelah. Setelah tak kuhiraukan perkataanya dan malah memeluknya, ia pun mengusap-usap bahuku lembut.  Ah, seandainya mulutnya sama manis dengan perlakuannya padaku, mungkin aku bakal jadi istri yang baik dan penurut.

Tengah malam aku terbangun karena ingin buang air kecil. Namun, keadaan yang lumayan gelap nyaliku menyiut. Hanya lampu tidur di nakas yang menerangi kamar ini, jadi tidak begitu terang. Aku mejulurkan tangan untuk menepuk pipi Kevin dengan matanya yang masih terpejam. Jujur takut banget kalau harus buka mata dengan keadaan gelap kayak gini.

Satu… Dua… ia tak kunjung bangun. Sembari tanganku menepuk-nepuk pelan pipinya, kakiku pun ikut bergerilya menendangnya.

“Vin, mau pipis, udah kebelet niihh”  Aku sudah tak bisa menahan lagi, jadi…

PLAAK!!

Kurasakan tubuhnya bergetar kaget. Tapi setelah itu justru melepaskan pelukkanku dan membelakangiku.

“Viiinnn,” rengekku

“Astagaa, tinggal ke kamar mandi ribet banget sih!” keluhnya dengan beringsut duduk.

Aku tahu, pasti dia marah sekali. Tidur nyenyaknya ku usik dan jangan lupakan aku yang menepuk pipinya terlalu keras. Namanya juga keadaan darurat. Wajarlah aku begitu.

Samar – samar lampu kamar mulai menyala terang. Aku melirik Kevin sebentar, rahangnya sudah mengeras menahan emosi. Ia berjalan kembali ke kasur. Aku segera berlari kecil menuju kamar mandi.

Sekembalinya dari kamar mandi, kulihat Kevin masih duduk menungguku dengan wajah yang sudah melunak.

“matiin dulu lampunya” interuksinya ketika tahu aku justru melangkah menuju kasur.

“gak mau, lo aja” tolakku keukeh berjalan ke kasur.

“matiin lampunya atau kamu yang ku matiin” Ancamnya dengan tatapan tajamnya. Mau nggak mau aku harus mematikan lampu, kalau nggak mau dibunuh Kevin sekarang. Sebelum mematikan lampu, kubalas tatapan Kevin tak kalah sengitnya.

Aku berlari menuju kasur setelah mematikan lampu. Langsung menubruk tubuh Kevin, memeluknya erat dan memejamkan mata. Selebihnya Kevin yang mengatur posisiku. Membaringkanku disebelahnya, menaikkan selimut hingga bahu, dan mengecup keningku lama dengan masih memelukku.

“yang gak bisa tidur pas lampunya nyala kan lo, gak salah dong gue bangunin lo.” Ucapku tak tahu diri sekali.

“gak pakek kekerasan juga, bisa pelan-pelan” ucapnya lembut, dia tahu jantungku masih berpacu kencang karena takut.

“Besok-besok gak usah di matiin aja lampunya, bangsat!” aku mengumpatinya saking kesalnya.

Jangan tanya apa yang dilakukan Kevin setelah mendengar umpatanku. Ia langsung mematikan lampu di nakas menyebabkan kamar ini gelap gulita. Lalu dia mulai menciumiku dari kening, kedua mataku, hidung, kedua pipi dan turun ke bibirku. Dilumatnya secara perlahan. Dan jangan lupa tangannya yang sudah mulai melakukan aksinya.

***

16 November 2020 09.00 PM

Thanks for vote and comment
Dukung terus aku yaa, vote dan komen kalian adalah semangatku dalam menulis. Jangan lupa share ke temen-temen kalian…

Big luv
.
.
V Curler

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Annoying Married CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang