Aku ingatkan pada kalian semua wahai kaum lelaki. Jangan pernah ikut pemungutan suara untuk memilih ketua kelas! Oke boleh saja kau ikut, dengan pengecualian:
1. Diantara calon ketua kelas ada paling tidak sedikitnya satu calon lelaki
2. Dan dia teman dekatmu
3. Maka pilihlah dia!Kalau kau juga tidak mengerti maksudku, yasudahlah aku juga jadi bingung sendiri dengan apa yang kukatakan. Intinya, jangan pernah memilih ketua kelas wanita; meskipun dia teman sebangkumu waktu duduk di taman kanak-kanak.
"Kertasmu mana? Cepat."
Aku kembalikan kertas itu seperti semula. Masih putih dan bersih. Sungguh, aku tidak punya pilihan. Ya maksudku, yang benar saja, aku disuruh memilih salah satu dari ketiga calon ketua kelas--yang semuanya adalah wanita--untuk tahun terakhir aku duduk di sekolah menengah atas, sementara tidak ada satupun dari mereka yang kukenal.
Oke kau mungkin pikir aku berlebihan. Tapi tidak kok, aku hanya tak ingin wanita yang menjadi ketua kelas ini. Wanita terlalu banyak aturan. Aku sudah muak dengan aturan bahwa 'kau harus menjalankan piket rutin, kalau tidak kau harus membayar sejumlah uang sebagai sanksinya'. Apakah tidak ada yang seperti- 'kau tidak perlu menjalankan piket karena uang kas terlah membayar pesuruh untuk membersihkan kelas :)'
Dengan begitu aku tidak perlu repot-repot menjalankan piket.
Aku tak mengerti apa yang mereka bicarakan. Yang kutahu detik berikutnya seorang wanita yang tinggi semampai, memiliki paras yang bisa dibilang cantik menyunggingkan senyum kemenangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Esprésso
Teen Fiction"Mungkin orang akan berpikir hidupku hampir menyentuh kata sempurna. Tetapi nyatanya tidak sama sekali. Kalian akan tahu alasan mengapa aku lebih memilih untuk mengurusi anak bebek daripada aku disini. Andai saja ada suatu keajaiban.." - Amanda