Ekspektasi

18 2 0
                                    

Halo para sobat.
Perkenalkan, saya si ombak yang siap mendebur perasaanmu kapan saja.
Salam kenal, para pembaca!

Orang bilang, jangan menaruh ekspektasi pada seseorang apabila tidak ingin kecewa. Jangan meletakkan harapan pada

Kebanyakan orang mungkin berpikir menjadi sempurna adalah pilihan yang terbaik, mungkin

Fea menutup notebook nya setelah membuat catatan materi IPA.

"Fi, Sini turun!" suara Mama menggema di kamar Fia, "Kenapa ma?" Fia berteriak namun tidak keras.

"Dicariin nih."

Fea berpikir sebentar, Hah, emang hari ini gue ada janji ya?

Lalu dengan santai Fea menuruni tangga dan menuju ruang tamu keluarga nya. Dahi nya mengerut samar.

"Nahh, ini anaknya.. Sini Fi duduk sini," mama menunjuk sofa yang berada di samping nya, membuat ia berhadapan dengan lelaki ini, Fero nama nya.

Lelaki yang merupakan anak teman mamanya, sejak pertemuan mereka di acara arisan sosial orangtua, ia jadi sering datang kemari. Huft, mengesalkan sebenarnya terlebih sifat sok akrab yang membuat Fea risih.

"Ini gini Fi, kamu kan kebanyakan di rumah terus kan? Emang gak bosen tuh mantengin soal olimpiadeeee terus? Nah, biar kamu gak bosen mama hubungin Fero buat ajak kamu hang out!" mama nya menjelaskan dengan bersemangat, sesekali melirik geli ke arah Fero.

"Iya Fi, kamu mau kan?" Fero menatap Fea dengan penuh harapan.

Fea bingung.

Sebenarnya ia tak mau meninggalkan kamar nya.

Dan.. Ia tak suka dengan Fero. Lelaki yang disukai mamanya.

Ini bahaya! Karena cerita Fea ini bukan tentang wanita yang terpaksa dijodohkan dengan pilihan mamanya lalu perlahan jatuh cinta!

Fea melirik mama nya, tatapannya memohon seakan mengatakan "ayo Fiiii mau yaaa, mauuuu"

Fea menghela napas pelan, wajahnya masam namun sedetik kemudian wajahnya kembali bersinar, tersenyum lebar dan mengangguk.

"Gue ganti baju dulu ya, Ro," Fia tersenyum, namun tidak dengan mood nya.

Fero dengan semangat mengangguk, tersenyum sangat lebar.

Fea memilih baju dengan cepat, pilihannya jatuh pada kaos putih, sneakers putih, dan celana boyfriend. Ia menyesuaikan dandanan Fero yang casual.

Setelah memastikan dandanan nya, Fea turun.

"Sabar, Fi! Udah sabarin aja kawan!" Fea menghibur dirinya sendiri.

"Udah yuk."

***

"Bagus ya Fi," Fero menunjuk opera yang telah selesai ditampilkan panggung.

Fea dengan memakan gulali kapas mengangguk, berusaha terlihat antusias, "iya nih."

"Kamu suka ga? Kalo iya, bisa dong aku ajak kamu sering-sering lihat opera," Fero menatap lekat Fea dengan senyum yang terus tersungging di bibir nya.

Fea menatap Fero, jujur saja sedaritadi ia bosan! Ia tak suka dengan opera yang dipilih Fero, ingin sekali rasa nya berkata jujur namun melihat sinar di wajah Fero ia tak ingin menghancurkan nya.

Fea mengangguk seadanya, "iya."

Fero tersenyum lega mendengarnya, satu tahapan untuk jalan dengan Fea sudah lantas terpenuhi, hanya menunggu waktu untuk membuat gadis itu luluh.

"Bentar ya, Fi. Aku mau ke toilet dulu," Fero berdiri dan menepuk pundak Fea.

"Oh, iya."

Fero pun beranjak dan pergi dari area kursi opera meninggalkan Fea sendiri, sekeliling nya ramai sekali orang, namun ia merasakan kesepian. Pernahkah kalian merasakan itu?

Fea melamun, enggan menyaksikan apapun

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 01, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fea And GioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang