Hujan

1.1K 110 6
                                    

"Hujan"

Tetesan air hujan yang awalnya turun secara perlahan, berubah menjadi deras dan juga lebat, membasahi seluruh jalanan kota. Seorang pemuda dengan nama Jung Jeno yang tadinya tengah mengerjakan tugas sekolahnya berhenti sejenak memandangi hujan yang membasahi kaca jendelanya sambil tersenyum.

Entah sejak kapan tepatnya, tapi akhir akhir ini hujan selalu bisa membuatnya tersenyum dan hatinya berbunga bunga.

Awalnya, pemuda manis itu benci dengan jutaan liquid air yang membasahi bumi itu. Dia tidak suka saat di jalanan penuh dengan kubangan air kotor yang bisa mengotori sepatu sekolahnya, atau saat dirinya harus membawa payung ataupun jas hujan saat ke sekolah, itu benar benar merepotkan untuknya.

Namun, seakan keajaiban datang, Jung Jeno yang terkenal dengan keras kepalanya, menjadi menyukai hujan dan berharap jika hujan setiap hari turun.

Atau mungkin aku menyukai hujan sejak kejadian itu???

Perlahan lahan, pipi putih yang sedikit chubby itu berubah warna menjadi merah, dengab mata yang membulat lucu. Jeno segera menyembunyikan wajahnya di lipatan tangannya di atas meja.

ᴬ ᵁ ᵀ ᵁ ᴹ ᴺ

Semua bermula saat dimana Jeno terjebak hujan setelah pulang sekolah di halte bis sendirian. Dia harusnya mendengarkan perkataan Bunda nya untuk membawa payung, karena hari ini akan hujan, dan dengan batunya Jeno tidak mendengarkan perkataan sang Bunda membuatnya harus rela menunggu di halte bis sendirian sampai hujan reda di halte.

Inilah karma gak mendengar perkataan Bundamu sendiri, Jung Jeno.

Salah kan gen keras kepala Bunda nya yang mengalir deras pada dirinya. Sehingga dia jadi keras kepala begitu. "Tuhan, aku janji, akan mendengar perkataan Ibu ku mulai saat ini, tapi aku mohon henti tangisan langitmu yang semakin membuatku lama sampai ke rumah"

Ctaaarr

"Akkhhh Bunda"

Sepertinya Tuhan tengah menghukumnya yang nakal ini. Suara keras dari petir yang menemani hujan, membuat Jeno menangis seketika. Dia ingin pulang, dan memeluk tubuh Bundanya saat ini.

Belum lagi, handphonenya mati membuatnya tidak bisa menelpon Ibu atau Ayahnya untuk meminta jemput dirinya. Salahkan ke cerobohannya yang lupa mencharger ponsel pintar malam tadi. Padahal jarak rumah hanua tinggal 3 blok lagi. Dia hanya perlu taksi, atau pun payung untuk sampai ke rumah.

Jika tau begini, Jeno tadi bakalan menerima ajakan sahabatnya Jaemin untuk pulang bersama. "Bunda, Jeno mau pulang" bukannya berhenti menangis, tangisan Jeno semakin deras seperti hujan saat ini.

Jeno memeluk tas sekolahnya erat berharap menghalau udara dingin yang menyentuh tubuhnya. "Tuhan, tidak bisakah kau mengirim seseorang malaikat padaku, agar aku bisa pulang?? Adikku Jisung atau siapapun?? Ehh tapi kan Jisung iblis, huu Jisung nakal" sepertinya akal sehat Jeno mulai terganggu gara gara udara dingin.

Tuhan sepertinya mengabulkan doa Jeno. Seorang pria dengan payung merah berjalan perlahan kearah halte bis tempat Jeno berada.

"Jeno??"

Jeno yang namanya di panggil, mengalihkan pandangannya. Menyipitkan matanya agar dapat melihat jelas orang yang memanggil. Penglihatannya kurang bagus jika tidak menggunakan kacamata "Hmm.. Kak Mark?" Oh sial, kenapa Tuhan mengirim malaikat berupa seorang Mark Lee. Tetangga sekaligus orang yang di sukainya.

Mark mendudukkan tubuhnya di samping Jeno, setelah menutup payung merah kesayangannya, dan memegang tangan adik kelasnya yang terasa dingin di tangannya. "Kamu sejak kapan disini??? Lihat, bahkan tangan kamu terasa dingin dan juga kamu sedikit menggigil"

HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang