01

9 4 10
                                    

Annyeong guys. Balek lagee.

Jangan lupa vote dan komennya ygy

Happy reading 🐾

~~~

"Dasar anak tidak berguna, pembawa sial, untuk apa kau hidup hanya untuk membawa kesengsaraan?" Birsha menarik rambut sebahu gadis yang berada di depannya ini.

Entah apa yang ia lakukan sehingga ia dibenci oleh orang-orang.

Badannya bergetar entah itu efek kehujanan atau mendengar kata itu lagi.

Ia mendorong tubuh rapuh gadis itu. Birsha pergi ke dapur untuk mengambil sesuatu yang sudah ia siapkan untuk gadis itu.

Byurr

"Arrghh ibu panas Bu tolong Gita"

"Kau tidak akan kepanasan gadis kecil, sekarang sedang hujan. Bukankah dari dulu kau menginginkan kehangatan dariku, ibumu ini hm?"

"Untuk apa aku menolong anak pembawa sial sepertimu" Birsha mengarahkan jari telunjuknya di depan muka gadis itu sambil berjongkok menyesuaikan tingginya.

"Kau tinggal di sini saja harusnya kau bersyukur. Karena apa? Karena aku tidak membuangmu bahkan tidak menanammu hidup-hidup seperti mereka"

"KENAPA HANYA KAU SAJA YANG SELAMAT? MENGAPA BUKAN MEREKA? Apa karena kau anak perempuan satu-satunya? LANTAS BAGAIMANA DENGAN ABHIGAIL? Anak laki-laki satu-satunya di keluarga ini, di rumah ini" Birsha mencengkeram kuat rahang gadis itu lalu menghempaskannya dengan kasar juga. Birsha bangkit lalu mengelilingi tubuh gadis itu.

"Kau ingat saat ayahmu memberikan nama padamu? Eum saat itu kau masih kecil bukan? Mana mungkin kau ingat. Ayahmu memberikan nama padamu Abhigita, yang memiliki arti kebahagiaan dan keberuntungan. Namun sayangnya tidak dengan takdir hidupmu yang hanya dipenuhi oleh kesialan dan kesengsaraan" Birsha berucap seraya tangan memperagakan bulatan besar sambil tersenyum pada Abhigita.

"Bukankah kalian kembar? Kau tidak merasakan penderitaan yang dialami oleh saudaramu? Kalau tidak, saudara macam apa kau ini?!"

Plakk

"Malam ini silahkan tidur di luar jangan mengganggu tidurku yang tenang"

Setelah mengatakan itu Birsha langsung masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu tanpa menghiraukan teriakan demi teriakan yang dilontarkan oleh Abhigita.

"Ibu kumohon setidaknya berikan Gita sebuah selimut, di sini hujan Bu, baju Gita pun juga basah. IBUU" Gita terus saja menggedor-gedor pintu rumahnya.

Ia berjalan tertatih untuk mendekat ke arah tetesan air hujan. Ia menangis menahan sesak, sakit, perih, semuanya bersatu di malam ini.

Setidaknya masih ada hujan yang bisa mengobati perihnya. Ia sesekali meringis saat rintik hujan menyentuh kulitnya.

Setelah dirasa cukup ia kembali ke teras rumahnya menuju kursi rotan tanpa alas yang menjadi teman tidurnya hampir di setiap malam.

Sedangkan Birsha mencoba untuk tetap tenang dan meminum obat itu lagi, agar ia kembali tenang.

Keduanya hidup di persoalan yang sama namun di jalan takdir yang berbeda. Mereka bagaikan hidup di sebuah lingkaran setan yang tak ada jalan keluarnya.

###

Di depan teras rumah seorang gadis masih tertidur dengan gelisah. Semalam ia tidur menggunakan pakaian basah terkena air hujan dan ditambah lagi dengan guyuran kehangatan dari sang ibu.

Semu(a)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang