Sahabat

58 8 8
                                    

Cahaya Matahari mulai menerangi bumi, gadis kecil masih terlelap dalam tidur, tubuhnya lelah dan pikiran yang tenang karena akan melanjutkan sekolah di SMA luar biasa. Nenek dan Kakek hanya memiliki seorang putra, begitu juga dengan Mama Riana yang anak tunggal. Kedua orang tua gadis itu sama-sama anak tunggal. Kini ia menjadi anak tunggal karena Papa dan Mamanya telah meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan sepeda motor ketika Riana berumur satu tahun.

“Ri, Riri.” Sebuah suara yang sangat di kenal terdengar dari bali jendela kayu yang telah rapuh dimakan rayap.

“Mmm.” Riana sangat malas membuka matanya.

“Riri, bangun!” teriakan semakin nyaring dan ketukan di jendela.

“Urrg, hanya Zizi yang gila seperti ini.” Riana segera duduk dan membuka jendela.

“Apa?” Gadis itu hanya menggunakan kaos tidak berlengan dan celana sebatas paha, sangat tidak feminine.

“Riri, apa kamu tahu sebentar lagi akan jadi siswa SMA?” Fauzi menatap tubuh yang terllambat tumbuh menjada gadis remaja itu.

“Apa bedanya, aku tetap jadi atlet.” Riana menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Ayo kita olahraga.” Fauzi tersenyum.

“Aku mau mandi dulu, ayolah timba air untuk aku.” Riana turun dari tempat tidur dan mengambil handuk.

“Riri, apa kamu mau aku menemani kamu mandi?” Fauzi mengikuti Riana ke kamar mandi yang ada di belakang rumah. Sebuah tempat yang hanya berdindingkan daun kelapa tua.

“Cepatlah!” Gadis itu berdiri di depan sumur dan menatap tajam pada Fauzi.

“Ri, apa yang ada di pikiran kamu?” remaja tampan itu berjongkok di depan Riana, menatap gadis itu dari atas hingga bawah.

“Apa ia tidak sadar bahwa dia sangat cantik dan menawan?” Fauzi terdiam.

“Hey, Zizi. Apa yang kamu lihat?” Riana ikut berjongkok di depan Fauzi.

“Ya Tuhan, apa kamu tidak sadar bahwa kamu adalah anak perempuan?” Fauzi beranjak.

“Apanya perempuan, rambut pendek dan tiap hari menggunakan pakaian olahraga.” Riana menguyur tubuhnya dengan air sehingga memperlihatkan bentuk yang mulai menarik perhatian.

“Aku akan menunggu kamu di depan.” Fauzi pergi dari tempat mandi.

“Hey, Zizi. Kamu belum menimba air untuk ku.” Riana berteriak.

“Riana, kapan kamu akan bertingkah seperti gadis-gadis itu?” Fauzi duduk di depan rumah, mengusap wajahnya dengan kasar.

“Hey, kenapa wajah kamu merah?” Riana berdiri di depan Fauzi, gadis itu telah menggunakan kaos tanpa lengan dengan rambut yang masih basah dan tetap celana pendek sebatas paha.

“Riri, bisakah kamu tidak menggunakan celana yang terlalu pendek?” Fauzi memperhatikan Riana.

“Celana ini memudahkan aku berlari.” Riana duduk di samping sahabatnya, mereka telah tumbuh bersama dari kecil dan tidak pernah terpisah.

“Kenapa kamu pagi-pagi membangunkan aku?” Riana menatap wajah Fauzi.

“Kamu mau memberikan hadiah untuk kamu.” Fauzi menyerahkan kotak yang dibungkus kertas kado berwarna merah jambu.

“Hahaha, warna yang manis.” Riana tertawa.

“Selamat karena bisa bersekolah di SMA Luar Biasa.” Fauzi menyerahkan kado kepada Riana.

“Darimana kamu dapat duit membelikan aku hadiah?” Riana menatap Fauzi.

“Aku menabung.” Fauzi mengusap kepala Riana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 27, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Asrama SMA Luar BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang