04] Know Each Other

63 21 11
                                    

Belle Pov

"Lo cuma ngasihin ini?"

Aku belahan mengangguk singkat nembasuh keringat di ujung dahiku. Jarakku dengan Luke menyisihkan satu centimeter. Eh, apa itu terlalu dekat, atau dirasa jauh? Aku tidak bisa mengukurnya dalam kondisi seperti ini.

Luke menunjukan air meneral yang masih kuberikan kepadanya tersegel rapat itu mengucapkan terima kasih.

"Sebenarnya ... tidak hanya itu," ucapku spontan. Dengan matahari terik disuguhkan oleh berapa banyak murid berbagai falkutas memperhatikan apa yang sedang terjadi.

Mungkin dari beberapa murid yang mengenaliku, suara-suara cemonoh kini terlontarkan diiringi dengan hembusan angin menerpa poni rambutku bergerak mengikuti.

Sekian detik terdiam, aku melanjutkan ucapanku. Sesuai dengan kemauan Valenciona. Semoga saja, ini awalan ketika dia tidak mengangguku lagi sesuai dengan janjinya.

Meski kemungkinan terburuk, banyak orang yang tidak percaya dengan adanya janji. Janji, hanyalah kalimat penenang, bukan?

"A-aku .... m-menyukaimu!"

Setelah mengatakan itu, aku menghela nafas dalam mengambil oksigen sebanyak-banyaknya.

Jika kemungkinan terburuk terjadi. Aku tidak akan menyesalinya. Hal itu menjadi perjalananku di kisah cerita yang berbeda.

Luke tersenyum mendengar pembicaraanku. Aku hampir tumbang, jika dia tidak menahanku.

"Terima kasih, dan maaf karena gue gak bisa perasaan lo," bisiknya mendekat. Masih dengan posisi sama, dia menarik pergelangan tanganku agar tidak tumbang. "Are you, okay?"

Aku mengangguk kembali dimana posisiku saat ini. Gemersik orang sekitarku menujukkan rasa penasaran yang tinggi.

"Nasibnya bagimana?"

"Gue suka lo frontal. Tanpa menye-menye!"

Beberapa gemirsik lain terdengar. Detik itu juga aku langsung berlarian menjauhi lapangan.

Valenciona mendekat ke arahku memberi selamat. "Ternyata lo, seberani itu." Dengan tepuk tangan.

"Kita kembali ke kesepakatan awal," balasku mengingatkan selagi mengatur detak nafas ngos-ngosan.

"Oke."

"Satu hal yang ingin aku ucapkan, aku sangat berterimakasih kepadamu."

***

Hari semakin sore. Seolah menantikan kehadiran sunset tiba, aku masih duduk dibawah pohon rindang koridor kampus dengan mendengarkan lantuan playlist yang ada di handponeku memandangi matahari yang telah berada di ufuk barat.

Bukan sebagai penghuni kampus Disney University, tetapi inilah rutinitasku setelah kelas akhir berakhir--sejenak mencari udara segar.

Rumahku tidak jauh dari sini. Itulah salah satu alasan kenapa aku sesuka hati berada di sini.

"Belle!"

Aku melepas earphone ketika sesorang memangilku namaku dari lawan arah.

Elora menghampiriku dengan senyum ceriahnya. Aku menyapanya lalu membereskan earphone masuk kembali dalam kantung tas.

"Aah! Rupanya aku sedikit menganggu," gumam Elora masih terdengar di indera pendengaranku.

Gadis itu sedikit mendongak menatap langit dimana hari semakin sore. Aku dapat mendugah gadis itu menikmati hembusan angin yang menusuk kulitnya.

Elora memang terlihat ceria. Tetapi, aku merasa dia menyembunyikan sesuatu di balik tampang cerianya itu. Apa semua orang juga melakukan hal sama? Begitu juga aku, berlagak baik-baik saja dengan kejutan semesta.

"Ellora! Pulang, gih! Ngapain lo masih disini?"

Disana ada Luke menghampiri kami. Aku menduduk terasa malu dengan keberadaan Luke di tengah pembicaranku dengan Ellora. Mungkin, tujuannya mengarah ke Elora? Nah!

"Belle! Pulanglah dengan Luke! Aku disini menununggu Tyo."

Aku sontak terkejut dengan perkataan Elora, apalagi ia memaksaku untuk mengiyakan perkataannnya. Aku tak bergeming, masih dengan posisi sama, hingga Luke mengalihkan perhatianku.

"Karena perintah Elora, gue bareng lo! Apaapaan!" Aku mengangguk mengerti. Disana ada lelaki lain yang Elora tunggu. Mungkin itu adalah Tyo? Lelaki jangkung berbadan kurus seperti triplek yang saat tidak jauh dari Elora.

Disini seolah aku merasa rendah diri. Aku dapat membedahkan diriku dengan mereka yang bernilai high class.

"Luke. Lebih baik aku menunggu di halte," ujarku belahan. Namun, apa daya dia tidak meresponku.

"Rasanya aneh ketika lo kenal gue sepihak," ujarnya setelah beberapa menit terdiam. Luke menuntunku memasuki area parkiran, dimana mobilnya berada.

"Belle. Aku Belle." Meski aku mengulurkan tangan, Luke tidak membalas uluran tanganku. Semoga saja dia tidak lupa dengan namaku.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Belle: Beauty Acne Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang