Alunan musik melow milik Jikustik dengan judul Puisi itu menemani awal pagi seorang gadis dengan nama Raina Aldebaran Alvash. Suara lembut dan iringan piano, serta lirik lagu yang menyentuh, membuat gadis berwajah datar dengan aura dingin itu sesekali memejamkan mata. Menikmati setiap bait-bait lagu, yang seolah begitu menyesakkan untuknya. Membuatnya sangat sakit, bahkan hanya untuk bernafas.
Raina menatap langit mendung dengan tatapan sinis. Seolah sedang mengejek sang langit, yang karenanya mungkin akan menghadirkan hujan. Sesuatu yang ia benci, meskipun ia memiliki nama dengan artian yang sama. Dia membencinya namanya dan juga hujan.
Bughh.
Suara gemerisik dan kondisi mobil yang dirasa tidak beres membuat Rain menepikan mobilnya. Matanya memejam untuk menghilangkan rasa kesal yang membuat paginya benar-benar buruk. Seolah tahu dengan kondisi mobilnya saat ini, Raina memukul setir mobil dengan emosi.
"Mobil sialan!" makinya menahan amarah.
Dan benar saja, ketika ia keluar dari mobil dan melihat ban belakang mobilnya kempes dengan paku yang menancap. Sungguh hari sial.
Raina menendang ban mobilnya, tidak lupa dengan bibir ranumnya yang terus saja mengucapkan umapatan-umpatan, berharap bisa meredakan emosinya. Hingga suara bass seseorang berhasil mengagetkannya.
"Shiittt!" Raina menatap datar dan dingin pada seorang pria yang terlihat juga terkejut mendengar umpatannya.
"Ehmm... Ada yang bisa saya bantu?" sekali lagi pria itu mencoba bertanya pada gadis cantik didepannya ini. Wajah datar, tatapan dingin menusuk. Tapi sama sekali tidak mengurangi kecantikan yang terpahat sempurna.
Raina hanya menatap pria itu, sebelah alisnya terangkat. Masih tidak mengerti kenapa pria tidak dikenalnya ini bersikap SKSD padanya.
Seperti mengerti tatapan itu, pria itu mengulurkan tangan kanannya, berdeham untuk sedikit mengurangi rasa canggung.
"Saya Langit. Tadi tidak sengaja melihat kamu terus menerus menendang ban mobil dan menggurutu." Langit melirik sekilas ban mobil yang kempes itu.
"Jadi saya menghampiri kamu, karena mungkin kamu perlu bantuan?"Lagi-lagi Raina hanya mengacuhkan pria dihadapannya ini. Dia semakin menatap datar, dan aura dingin semakin menguat. Dan Langit menyadari itu.
"Kamu mau kemana? Mau saya antar, mungkin tujuan kita satu arah?" Lagi Langit mencoba menawarkan bantuan, yang dia sendiri pun tidak tahu kenapa dia melakukannya.
Langit bukan seseorang yang suka sok ramah dengan orang lain. Dia itu pendiam, tidak suka terlalu banyak bicara, ataupun basi-basi pada orang lain. Tapi entah kenapa, ada sesuatu yang mendorongnya untuk terus mendekat dengan gadis dihadapannya ini. Walaupun ia tahu, bahwa ada penolakan yang jelas dalam kediamannya.
Raina melirik jam yang melingkar ditangan kirinya. Sebentar lagi kelasnya akan dimulai, dia tidak punya banyak waktu. Dia tidak ingin diusir dari kelas hanya karna alasan ban bocor sialan ini.
Dengan buru-buru Raina kembali membuka mobilnya, mengambil tas dan buku-buku untuk kuliahnya hari ini. Langit yang melihatnya pun tersenyum senang, akhirnya gadis itu menerima tawarannya.
Tapi senyum itu langsung luntur seketika, ketika Raina justru menghentikan sebuah taksi dan segera masuk kedalam tanpa melihat lagi ke arah Langit yang masih menatapnya tidak percaya.
Mata Langit menyipit, menatap intens pada taksi itu hingga tak terlihat lagi. Otaknya masih mencerna kata-kata gadis itu yang di dengarnya samar-samar, saat gadis itu melewatinya begitu saja.
"Saya benci Langit dan Hujan. Pembawa sial!!"
Menghela napas kasar, Langit kembali memasuki mobilnya. Menatap lama pada mobil gadis yang bahkan belum diketahui namanya. Langit kembali tersenyum, mengambil handphone yang tergeletak di dashboard, lalu memotret mobil milik gadis cantik itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Untuk Hujan
Teen Fiction"Aku pernah hampir gila karena kehilangan Dia. Seseorang yang kujadikan Semesta dalam hidup seorang Raina. Karena mereka bilang Hujan tidak ada dalam bagian Angkasa. " Raina Aldebaran Alvilash "Aku tidak berharap kamu akan menjadikan ku Semesta dala...