Dia Yang Menari Dalam Mimpi

7 2 0
                                    

Setiap bel pulang sekolah berbunyi, pikiran Arina kecil hanya tertuju pada satu tempat. Ia tak akan lagi memperhatikan penjelasan guru atau menyalin tulisan di papan tulis. Ia bahkan hampir tak menyadari suara bising anak-anak bangku belakang yang sudah tak sabar ingin segera pulang. Tangan-tangan mungilnya segera meraih buku yang tergelak di atas meja dan mengamasnya ke dalam tas ransel merah muda. Arina akan duduk manis di kursinya, kemudian berdiri dengan semangat ketika ketua kelas memimpin semua murid untuk memberi salam kepada guru yang mengajar. Setelah memberi salam, ia akan cepat-cepat menghampiri guru itu dan mencium tangannya.

Kaki-kakinya pun melangkah menyusuri koridor sambil sesekali melompat. Jika ia kebetulan berpapasan dengan guru, Arina akan menyapa mereka dengan senyuman polosnya sambil bersorak, "Selamat sore, Bu!" atau "Selamat sore, Pak!"

Semua orang yang ia sapa akan langsung mengenali Arina. Itu karena penampilan Arina yang sedikit berbeda dari anak-anak lain. Arina mempunyai rambut hitam dan mata hijau, ditambah dengan tahi lalat di bawah mata kirinya membuat wajah Arina sangat manis dan mencolok di antara siswa lainnya. Bukan hanya karena penampilannya, Arina juga sosok yang berprestasi, terlepas dari usianya yang masih belia. Tak heran jika guru, maupun staff sekolah ini mengenali Arina.

Arina terus melangkahkan kakinya hingga ia berhenti di depan pagar. Arina diam menunggu sambil menoleh ke kanan dan kiri mencari seseorang. Tak berselang lama, dari balik kerumunan, sosok yang Arina tunggu pun memunculkan dirinya. Ia adalah Pak Satpam yang sudah bekerja di sini sejak Arina masuk sekolah.

Beliau tersenyum ramah kemudian bertanya, "Dek Rina mau menyebrang?"

Arina menganggukan kepalanya sambil balas tersenyum. Ia segera beranjak dari tempatnya berdiri dan berjalan sambil ditemani oleh Pak Satpam. Sesampainya di seberang, Arina mengucapkan terima kasih dan segera berpamitan.

Semakin dekat Arina dengan tujuan, langkah kakinya semakin cepat dan bersemangat. Pikirannya terus melayang ke dalam ruang sanggar, tak sabar ingin segera melangkah mengikuti irama musik. Merasakan kembali kebebasan dalam setiap gerakan tubuhnya. Setiap bulir keringat terasa seperti penyejuk bagi Arina.

Arina masih ingat betul pertama kalinya ia melihat pertunjukan tari bersama kedua orangtua nya. Dua tahun lalu di kota Jakarta, Di dalam teater raksasa, di atas panggung yang sangat megah. Saat itu, Arina benar-benar terkesima pada keindahan para penari yang seolah olah berasal dari dunia lain. Setiap lekukan tubuh, bahkan setiap gerakan jari mereka membuat Arina merasakan sensasi yang baru, begitu menghipnotis. Hingga selesai pertunjukan, mata Arina tak pernah lepas dari para penari tersebut. Sejak saat itu Arina tersadar, ia ingin menjadi seperti mereka. Arina ingin menjadi seorang penari.

Arina berumur tujuh tahun ketika ia menemukan hal yang paling disukainya.

Arina kembali tersadar akan kenyataan setiba di tujuan. Pandangannya langsung bertemu dengan gedung lima lantai berwarna cokelat tua. Sekilas gedung ini terlihat seperti bangunan pada umumnya di kota Jakarta, tidak ada yang istimewa. Namun apabila kau masuk ke dalam kau akan menyadari bahwa gedung ini sangat, sangat mewah. Dalam artian mewah untuk sanggar tari. Ya, begitulah. Gedung ini adalah salah satu sanggar tari terbaik di kota ini. Tempat Arina belajar menari setiap pulang sekolah.

Disini orang-orang bisa belajar semua jenis tari mulai tradisional hingga modern sesuai minat nya masing masing. Sanggar tari ini juga sudah banyak menghasilkan penari berbakat. Penari teater waktu itu pun, berasal dari sini. Itulah yang membuat Arina memilih sanggar ini sebagai tempat belajar.

Udara dingin berhembus ke wajah Arina, membuat poninya berantakan. Sedikit menggigil, Arina memeluk tubuhnya dengan kedua lengannya yang kecil sembari berlari masuk. Arina merasa familiar dengan bagian dalam gedung. Bagaimana tidak, sudah dua tahun ia menari di sini. Bagi Arina setiap ujung gedung ini sudah diluar kepalanya. Sekarangpun ia dapat dengan mudah menemukan ruang latihan bernomor 21 terukir di pintu. Arina mengintip melalui cela. Tampak pelatihnya telah menunggu didalam. Ia pun melangkah masuk tanpa ragu dan dengan itu, dimulailah pelajaran tari Arina.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dia Yang Menari Dalam MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang