Dia tidak sejahat itu

2 0 0
                                    

Emerald. Nama batu permata atau batu mulia yang berwarna hijau. Terdapat kandungan mineral silikat beril (mengandung beryllium) dan warna hijaunya disebabkan oleh kelumit kromium. Emerald bahkan dilahirkan dari rahim ibunya yang bernama Putih, janda.

Putih diharuskan bertahan hidup demi mendapatkan sesuap nasi. Ditambah kebutuhan anaknya yang tak murah biayanya. Emerald dilahirkan tanpa kebencian. Sudah tanggung jawabnya sebagai ibu melahirkan, memberi asi, dan mengurusnya hingga Emerald bisa mendapatkan penghasilan sendiri.

Hari terus berlalu. Sampai dimana saatnya Emerald menginjak usia remaja. Di saat itu pula Emerald menunjukkan betapa harusnya ia dilahirkan.

"Ibu!" Teriak Emerald berlarian mencari ibunya.

Brak!

Nihil.

Emerald tidak menemukan sang kekasih tercinta, Putih.

Tiba-tiba Putih datang membawa baskom berisi botol jamu yang sebelumnya diikat di sekeliling tubuhnya.

"Eh kamu udah pulang nak" Ucapnya sambil mengusap air keringatnya yang bercucuran.

"Oh pantesan aku cari-cari di sekitar rumah gak ada" cetus Emerald mengerucutkan bibirnya.

Putih terkekeh melihat sikap putrinya yang mungil tepat dihadapannya. Lalu ia melanjutkan langkahnya untuk bergegas mengganti pakaian.

"Ibu, besok aku diundang untuk hadir di acara olimpiade matematika. Gimana? Ibu bolehin gak?" Tanya Emerald dengan kedua matanya yang berbinar bak kucing kampung miliknya yang bernama Susi.

"Hadir? Maksudmu jadi supporter?" Esmerald mengerti akan maksud Putih. Putih sendiri sangat takut jika anaknya harus bersaing. Apalagi sekarang Esmerald masuk di sekolah ternama. Makin ketar-ketir jiwanya.

"Ibu sih gak apa-apa kalo kamu ikut. Toh kamu bisa belajar dan ambil hikmahnya" tutur Putih.

"Serius bu?! Asikkk!" Esmerald teriak kegirangan lantas memeluk erat tubuh Putih yang rapuh.

"Yaudah nanti ibu siapkan seragamnya ya"

Usai Putih mengganti pakaian, ia menyiapkan makan malam. Harumnya sangat menggoda. Esmerald yang sedari tadi asik mengisi suatu formulir segera berlari menuju meja makan yang tak jauh jaraknya.

"Wow! Kalo makanannya enak begini gimana caranya aku bisa diet bu! Hahaha" cetus Esmerald lalu menyuap lauk pauk ke dalam mulutnya.

"Kamu tuh ada-ada aja. Gak perlu deh diet-diet begitu. Masih muda banyakin makan biar banyak juga energinya. Nah nanti pas tua kurangin deh, biar kuburannya gak kesempitan"

Bahagianya mereka sangat sederhana bukan? Saling melengkapi adalah kuncinya. Walaupun setiap hari harus mendengarkan kesunyian.

...

Pagi tiba, yang mana bus jemputan menuju gedung olimpiade harus menunggu sejenak di tengah lapangan agar tiba bersamaan dengan bus lainnya.

Esmerald dengan pakaian rapih sudah membara semangatnya, aneh. Dirinya berkeinginan menjadi pusat perhatian. Namun akan tetap kalah dengan teman lainnya yang serba mewah. Apalah daya Esmerald.

"Nesa hadir, Rangga hadir, Juan hadir, euhm.." ucap si penanggung jawab olimpiade, pak Made.

"Nama saya kok gak disebut pak?" Tanya Esmerald dengan volume tinggi. Membuat seluruh siswa-siswi yang ada di dalam bus menoleh kearahnya.

"Cih! Duduk paling belakang, ikut juga karena ngemis-ngemis dulu, miris" bisik Nesa pada Diva.

"Gak tau diri. Udah tau yang boleh hadir hanya murid terpilih dan memiliki kemampuan..haha"

Bukan ZamrudTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang