Bel pulang telah berbunyi sekitar sepuluh menit yang lalu, tetapi seorang siswa berwajah tirus yang terduduk di deretan bangku terdepan itu tidak bergerak dari kursinya meskipun isi kelas perlahan mulai kosong.
"Yakin mau pulang?" Tanya Haechan tidak yakin, yang dijawab satu anggukan mantap oleh Jaemin. "Terus kalo abang lo tanya tentang luka lo gimana?"
Jaemin terdiam sesaat, lalu berhembus pelan. "Itu urusan gue."
Dasar ya ni anak, batu banget.
Pada akhirnya, Haechan hanya mendengus kasar kemudian mulai berdiri dari kursinya. "Yaudah kalo gitu gue dulu–"
"Chan."
Kalimat Haechan terpotong oleh panggilan datar Jaemin yang masih menatap kosong kedepan. Alisnya bertaut tanya, menunggu pemuda itu melanjutkan suaranya.
"Makasih ya udah selalu ada buat gue selama ini." Ujar Jaemin lembut, sembari menolehkan kepala untuk mempertemukan tatapan dengan sahabatnya itu. "Udah mau repot-repot ngomelin gue yang keras kepala ini, dan gak ada capeknya buat nasehatin gue yang selalu salah ambil jalan. Makasih banget."
Sumpah ya, Haechan langsung merinding dengernya. Gatau kenapa, kalimat panjang itu menimbulkan banyak sekali kecurigaan buat siswa laki-laki itu.
"Lo kenapa sih Jaem? Gara-gara video ciuman itu? Lo takut Jeno bakal bunuh lo?"
Buru-buru Jaemin menggeleng. "Gue beneran cuma pengen ucapin makasih aja, Chan. Emang gak boleh?"
Suara kikikan pelan terdengar, Jaemin tertawa melihat raut bingung sahabatnya itu. Tidak sadar akan Haechan yang justru makin menaruh curiga setelah melihat perubahan ekspresi wajahnya yang dipaksakan ceria.
Tidak berapa lama, tiga orang siswa perempuan melewati meja mereka. Tatapan ketiganya menatap cemooh Jaemin yang hanya bisa membalasnya dengan raut tenang.
Melihat itu, Haechan semakin dibuat gusar, kemudian mendelik tajam kearah tiga siswa perempuan itu yang buru-buru keluar kelas seketika.
"Buruan pulang ayo!"
"Lo duluan aja gapapa, katanya buru-buru?"
Mikir sebentar, akhirnya Haechan mendengus untuk kesekian kali lalu mengangguk. "Oke, gue duluan, bye."
Siswa laki-laki itu keluar meninggalkan ruang kelas yang sudah kosong. Dan kini, benar-benar hanya menyisakan Jaemin yang tidak berapa lama kemudian berdiri dari bangkunya, lalu memakai hoodie dan ikut beranjak keluar.
"Jaemin!"
Langkah itu berhenti, tepat dijalanan paving sebelah taman dekat parkir mobil. Jaemin berbalik, dan mendapati seorang siswa laki-laki bertubuh kecil lari menghampirinya.
Itu bukannya teman si tukang bully? Tumben sekali.
Siswa itu berhenti tepat didepannya. Sembari berusaha menormalkan napasnya yang terdengar satu-satu, sosok yang lebih kecil merogoh kantong celana nya, kemudian mengulurkan tangannya yang menggenggam kepada Jaemin.
Kening siswa yang lebih tinggi berkerut, "Apa?"
"Punya lo." dan saat tangan itu terbuka, terlihat sebuah kalung rantai kecil berwarna silver dengan liontin mini berbentuk bulan sabit ada disana.
Iris Jaemin melebar, dan segera mengambil kalung itu. "Lo dapet darimana?"
"Kemaren di taman, setelah lo ama Jeno berantem."
Jaemin terdiam. Ia membutuhkan waktu cukup lama sebelum akhirnya kembali membuka suara, "Thanks, Ren."
"Jaemin!"
KAMU SEDANG MEMBACA
MASOCHIST [NOMIN]
FanfictionNa Jaemin yang terobsesi pada seorang Legendary bully, Lee Jeno. "You're next." -LJN . . "Finally." -NJM ⚠️WARNING⚠️ 18+ HOMO | BXB | YAOI | LGBTQ | MPREG Bahasa kasar!! ❌ Tidak untuk dibawah umur❌ Gak suka? Gak usah bacot!! Langsung tekan tombol ba...