Semilir angin pagi berhembus lembut menerpa setiap benda maupun manusia yang ada. Matahari mengintip dari balik gantungan awan dengan itaran langit di sekelilingnya. Kau bisa membayangkan betapa sejuknya pagi, sehingga tidak ada setetes keringat pun yang keluar akibat pelarianku ke sekolah. Jam dinding rumah dengan ajaibnya mati sendiri tadi pagi. Bahkan aku sampai lupa apa gunanya punya ponsel yang berada tepat di genggaman. Aku menyalakan ponsel untuk sekadar memeriksa jam.
Thursday, January 22th 2015
06.07 a.m.Ah, pantas saja jalanan masih agak sepi. Aku memperlambat langkah sesaat setelah kakiku melewati gerbang sekolah. Sejauh ini aku belum melihat siapa pun.
Di pinggiran lapangan baseball, entahlah. Mungkin 200-250 meter dari tempatku berjalan, terlihat satu orang berambut dirty blonde. Siapa lagi kalau bukan Daiki.
Satu hal yang dapat kutangkap dari apa yang sedang dilakukannya dari nafasnya yang terlihat menderu dan posisinya yang sedang membungkuk, sepertinya dia baru saja berlari sepertiku. Namun mungkin dalam skala jarak yang lebih panjang.
Dari arah lain, aku dapat melihat Destiny berlari menuruni tangga lalu menghampiri Daiki. Tidak kusangka ternyata dia sudah berangkat.
"Aku terima tantanganmu!" Aku dapat mendengar suara lantang Destiny walaupun dengan jarak sejauh ini.
Tantangan? Kapan Daiki menantang Destiny?
"Hh, mulailah kalau kau berani," Daiki memalingkan wajah sambil meniup kunyahan permen karetnya.
"Aku, takut? Hah, hanya dalam mimpimu saja! Baiklah...," Destiny menghela nafasnya, entah apa yang akan dia lakukan selanjutnya.
"American football, kau dapat mengatakannya sebagai Amefuto dalam bahasa Jepang, adalah olahraga dengan tim beranggotakan minimal 11 orang. Di mana dalam suatu pertandingan, terdapat satu tim dengan 11 pemain penyerang dan tim lain dengan 11 pemain bertahan. Jadi, dalam American Football bila 1 tim menyerang maka tim lain bertahan. Quarterback, runningback, receiver, tight end, corner back, kicker, offensive line, linebacker, oooh aku mencintai linebacker,"
Urat nadi Daiki terukir tegas, penjelasan Destiny tadi seakan membuatnya kesal. Iblis itu kemudian menyumbat kedua lubang telinganya dengan headset berwarna merah, lalu pergi seenaknya begitu saja seakan tidak ada apa-apa yang baru terjadi.
"Hei! Aku belum selesai! Ukuran lapangan American Football adalah 109,7m x 48,8m. Sedangkan panjang yang digunakan hanya 100 yards atau 91,4m dan di tiap 10 yardsnya diberi garis putih, dengan lebar 48,8m. " teriak Destiny tanpa jeda.
Merasa terganggu dengan suara Destiny yang kuyakin dapat menembus telinga Daiki, iblis itu kemudian menembakkan AK-47 nya ke arah udara. Aku bergidig ngeri, untung saja jarakku cukup jauh untuk diketahui oleh mereka berdua.
"Dasar! Aku belum selesai, dungu! Kau curang!" Destiny yang juga kesal, mengumpat dan menendang rumput di sekitarnya.
Aku buru-buru menghampiri Destiny, mengamati wajah merahnya akibat kejadian yang baru saja terjadi. Kenapa? Dia blushing? Ah, bukan. Lagipula juga tidak mungkin. Dia marah, lagi.
"Ada apa?" Aku bertanya.
"Tadi malam aku melihatnya berlatih, dan dia bilang aku tidak tahu apa-apa. Dia menantangku untuk mengetahui seluk beluk olahraganya hari ini. Aku menerimanya karena itu salah satu cara untuk membalaskan dendamku kemarin. Tapi dia malah pergi begitu saja. Kau tahu betapa curang dan menyeb—"
"Tunggu! Daiki, berlatih? Dan kau mengahafalkan semua itu dalam waktu semalam?" Tanyaku memotong penjelasan perempuan itu karena terkejut saat mengetahui Destiny menangkap basah Daiki yang super misterius sedang melakukan suatu kegiatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maneuver Agreement
RandomHe. Aku tidak tahu mengapa tingkahnya bisa seperti setan. She. Aku tidak tahu mengapa dia tertarik untuk menyetujui setiap tantangannya. Me. Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa terlibat sejauh ini.