Mangata

120 12 3
                                    

Titik-titik itu merupakan hasil dari perjuangannya yang sia-sia

Mencoba bertahan pada dunia yang fana

Dan dingin air laut membuat semua menjadi nyata

Menggerogoti tubuhnya yang membengkak karena dosa

Kemudian mengantarnya pada keabadian di neraka

☆☆☆

Malam, laut, dan kesunyian.

Sepertinya tiga kata itu sudah cukup untuk mendeskripsikan seorang Park Jimin kala itu. Dirinya terduduk di atas alas kayu dermaga yang tak jauh dari rumahnya. Kakinya menjuntai ke bawah, sedikit berayun menikmati hembusan angin yang datang menerpanya.

Mungkin terdengar cukup membosankan. Terlebih Jimin sedang menikmatinya seorang diri. Namun bagi Jimin, laut ketika malam hari memang sangat menenangkan terlebih jika kau mendatanginya seorang diri. Memandang bayangan bulan di atas permukaan air yang tenang, membiarkan sayup angin malam menabrak seluruh tubuh, serta menikmati setiap rasa yang datang menyapa. Rasanya pundaknya bisa sedikit beristirahat dari tugas melelahkan yang sudah lama dia tanggung sendiri.

Di sini, Jimin bisa menjadi dirinya sendiri. Seluruh topeng yang ia kenakan sepanjang hari terlepas di tempat ini. Jimin bisa menangis tanpa harus merasa malu, bisa berteriak tanpa merasa tertekan, dan bisa meluruhkan segala emosi yang selama ini dia tahan. Jimin selalu menyukai laut di malam hari karena semua hal itu. Karena Jimin tidak perlu terus-menerus berpura-pura.

Jika bisa, Jimin ingin menjadikan laut sebagai temannya yang selalu ada. Seseorang yang akan bersedia menopangnya ketika kedua kakinya tak lagi mampu berdiri. Jimin ingin menjadikan laut sebagai sahabatnya. Sebab laut selalu bersedia mendengar semua ceritanya tanpa kembali menyudutkannya. Jimin juga ingin menjadikan laut sebagai karibnya. Karena laut selalu menerimanya tanpa karena, tanpa harus menjadi seperti orang lain, dan tanpa peduli seberapa kurang yang ada pada dirinya.

Jika dihitung, hampir setiap hari Jimin menyelinap pada malam hari untuk pergi ke laut. Biasanya Jimin akan ke tempat kesukaannya tersebut ketika jam sudah menunjukan lebih dari pukul sepuluh malam. Jimin akan datang dengan jaket tebalnya bersama sepeda usang kesayangannya. Dan yang terpenting, Jimin selalu datang seorang diri.

Namun ada yang berbeda beberapa minggu terakhir. Jimin tak hanya seorang diri di sana melainkan ada satu pemuda lagi yang juga ikut bergabung dengannya. Pemuda yang selalu Jimin temui dengan luka lebam di wajahnya.

Tiga minggu lalu adalah kali pertama Jimin menemukan tempat duduknya sudah diisi oleh orang asing yang tak dikenalnya.

"Hai?"

Jimin menjadi orang pertama yang membuka suara. Setelah mendaratkan bokongnya tepat di samping pemuda yang saat ini sedang menatapnya bingung. Hanya sebentar karena setelahnya pemuda itu kembali meletakkan fokusnya pada keindahan laut yang tersaji di hadapannya. Tetapi Jimin bisa melihat jelas ada sebuah luka lebam di sudut kiri bibir pemuda itu.

Siapa pemuda ini? Kenapa dia ada di sini? Dari mana dia mendapatkan luka itu?

Semua pertanyaan itu tiba-tiba terlintas di kepalanya. Tidak mungkin Jimin menanyakan semuanya secara terang-terangan. Jadi dia hanya bisa kembali menelan rasa penasarannya bulat-bulat dan menyimpannya dalam benak.

MANGATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang