Tiga

21 2 0
                                    

Di depan cermin, Aku gelisah. Lihatlah, wajah kentara habis menangis. Bengkak mata ini sudah dipoles bedak masih bisa ditebak. Tak mungkin jika Aku beralasan ditonjok teman.

Sekolah menjadi alasanku agar tetap turun. Bodo amat dengan omongan Ibu atau ayah nanti. Daripada Aku mengorbankan satu hari sekolah.

Suara tegas itu terdengar dengan nada tinggi, disusul pecahan kaca yang memekak telinga. Duduk di pinggir ranjang Aku hanya terdiam tidak berselera lagi untuk turun. Menunggu saat-saat tenang.

Aku benci. Saat suara tegas itu berkata kotor seperti tidak pernah mendapatkan didikan bangku sekolah, seakan gelarnya lenyap dimakan ego juga wibawanya yang tidak Aku anggap lagi.

Bagiku lelaki adalah pelindung. Menenangkan para perempuan agar tidak takut dengan penjahat. Membawa suasana ceria yang sarat mengajarkan kepada anaknya untuk menjadikan arti rumah tangga itu seperti apa.

Makanan sehari-hari yang paling tidak kusukai adalah pertengkaran. Aku hanya diam, mendengarkan rentetan kalimat penuh penghinaan disusul argumentasi tak mau kalah seakan dunia hanya diisi oleh keegoisan mereka.

Ya, paling tidak Aku kabur lewat pintu belakang. Ibu sempat melihatku tapi tidak berkomentar apapun sedangkan lelaki yang berkedudukan kepala keluarga itu masih di depan, mungkin mereka tengah istirahat lalu memulai debat lagi. Aku tidak perduli.

Sama seperti ketidak pedulian Ibu pada bengkak di bawah mata.

***

Apa tadi ada hujan darah? Sepertinya tidak. Anehnya Bapak yang menjemput ku kali ini.

"Bisa kah kau berhenti mengumpat dan mendengarkan penjelasan oranglain sebelum marah?"

Ia nampak emosi, terlihat dari gerakan tangan yang semakin menguat pada setir mobil.
Wajah tegas yang berubah menyeramkan.

Dari sini kami tak berkomunikasi intens lagi, hanya seperlunya saja.

"Jika baju kotor letakkan dalam tempat kotor! Apa kau bodoh?" teriaknya setelah Aku masuk kamar.

Mendecih kesal dalam hati, Aku hanya bisa menahan diri untuk tidak teriak dan bilang baju-baju itu masih bersih! Kau yang tidak tau.
Akan jadi buruk jika Aku menghabiskan waktu untuk menghadapi orang yang tidak mau disalahkan.

"Ya."

Sebelum pergi dia kembali bergumam. "Kau buruk seperti Bapakmu! Pemalas!"

Niskala |✔|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang