Prolog

8 2 0
                                    

"Owaaa... Owaaa... Owaaa..." suara tangis bayi itu, diri ku.

"Baguss bu, Alhamdulillah... Bayi perempuan cantik yang sehat bu..." kata dokter yang membantu persalinan diri ku menuju dunia kepada Ibunda ku.

"Alhamdulillah..." ucap Ibunda ku setelah berhasil selamat melahirkan aku saat itu.

Saat itu kehadiran ku ke dunia, sungguh dinanti oleh keluarga yang berbahagia itu. Semua orang tidak sabar menunggu. Pada saat itu pun tiba, mereka semua dengan cepat dan sigap membantu proses kelahiran ku itu. Mulai dari orang yang sungguh terhormat dalam keluarga ku hingga dokter dan perawat yang turun langsung membantu.

Tetapi sayangnya, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Setelah kejadian perihal nama yang akan diberikan kepada diri ku. Nama yang seharusnya menjadi do'a terbaik sepanjang hidup ku sampai hayat menjemput ku. Karena kejadian itu yang membuat hari - hari ku selalu tertimpa akan cobaan - cobaan yang ingin ku hempaskan. Itu jujur saja sungguh sesak. Aku sungguh yakin dan percaya bahwa Tuhan tidak akan memberi ku cobaan, jika aku tidak mampu untuk menyelesaikan permasalahan itu.

"Allahu... Akbar... Allahu... Akbar..." suara kumandang adzan ayah ku yang dikumandangkan olehnya setelah aku memasuki ruangan bayi.

Setelah Ia mengumandangkan adzan itu di telinga ku, Ayah bersama perawat bayi disana langsung membawa ku menuju kamar rawatan dimana beradanya Ibunda ku itu. Tentunya setelah melahirkan diri ku dengan selamat ke dunia.

"Ceklek..." suara pintu kamar rawatan dimana bunda ku berada itu terbuka.

"Cucu Nende..." teriak Nende, nenek ku saat melihat diri ku pertama kalinya.

Pada saat itu Ibunda ku masih terbaring lemah di kasur rawatan rumah sakit, sesaat setelah aku terlahir. Pada saat itu pun, tiba - tiba saja Ayah ku langsung menentukan nama untuk ku tanpa berbincang terlebih dahulu dengan Ibunda ku.

"Nama bayi cantik ini, Febri..." kata Ayah ku tanpa berpikir panjang lagi.

Mendengar itu, jujur saja keluarga dari Ibunda ku tidak setuju dengan nama itu. Mereka menganggap harus ada perundingan terlebih dahulu, karena aku adalah anak dan cucu pertama dikeluarga setelah bunda ku dan saudara - saudaranya terlahir.

"Apa ???" kaget Nende ku itu.

"Abang, apakah Abang sudah matang - matang memikirkan nama itu adalah nama yang terbaik untuk anak sekaligus cucu pertama dikeluarga ini setelah kami ?" Tanya adik laki - laki Ibunda ku, Themmy.

"Iya bang betul itu, lebih baik kita rundingkan mengenai nama untuk bayi comel ini setelah kakak sadar..." seru adik perempuan Ibunda ku, Loly sambil tersenyum haru kepada tubuh ku yang masih mungil pada saat itu.

"TIDAK... TIDAK BISA... INI ANAK SAYA, SAYA YANG BERHAK..." Ucap Ayah bayi itu dengan nada yang tinggi.

Setelah keluar lontaran suara yang bernada tinggi itu, Nenda telah habis kesabarannya dengan perilaku menantunya itu sejak menikah dengan anaknya hingga saat cucu pertamanya baru saja dilahirkan ke dunia.

"Anton... Sudah cukup nada suara tinggi kamu ke anak saya... Saya ikhlas izinkan kamu bersama anak saya untuk kebahagiaan anak saya, tetapi sedikit pun hingga detik ini tabiat mu tidak berubah!" tegas Nende dengan geram.

Selepas Ayah bayi itu mendengar ucapan yang cukup menyakitkan dari mulut Ibu mertuanya sendiri, Nende. Ayah bayi perempuan itu langsung saja meninggalkan kamar rawatan tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya yang semula bernada tinggi itu.

Nende pun, setelah berbicara seperti itu merasakan sesak pada dadanya. Itu pasti karena memikirkan anak dan cucunya yang memiliki suami serta ayah bagi cucunya yang memiliki lebih besar ego dari pada kepedulian dengan sekitarnya.
~•~

A Doctor's Life JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang