Chapter 1: The Dead on the Street

70 4 5
                                    

"Rebecca, kita harus kemana???"

Pikiran Rebecca kacau melihat keadaan malam ini. Bagaimana tidak, wabah zombie terjadi di depan mata, orang-orang berlarian ke segala arah dan mobil Rebecca terjebak di kemacetan. Gedung-gedung di sekelilingnya mulai terbakar. Dari kejauhan tedengar suara rentetan tembakan. Jaringan komunikasi pun terputus. Semua benar-benar chaos.

Satu-satunya jawaban yang logis adalah, "Tujuan utama kita ke pinggiran kota. Ke Woodberry Fort Hospital."

"Kau yakin di sana aman?" Tanya Bruce.

"Tidak yakin. Tapi paling tidak, infected di sana tidak sebanyak di sini."

"Aku merasa tidak yakin pada nyawaku sendiri," kata Jack.

"Rileks, adik kecil. Kami akan melindungimu," jawab Rebecca sambil mengkokang shotgun.

Malam ini Rebecca, Bruce dan Jack berangkat untuk membunuh seorang bioteroris yang berencana menyebarkan wabah penyakit. Menurut intelijen, si bioteroris akan menyebarkan wabahnya minggu depan. Tapi ternyata semua berjalan di luar dugaan. Musuh mengaktifkan wabahnya malam ini dan laju penularannya terlalu cepat.

"Kau bawa handgun kan?" tanya Rebecca pada adiknya.

"Bawa. Tapi sepertinya, dengan stok peluru sekarang, kita tidak bisa bertahan lama," jawab Jack.

"Kita jarah dimanapun tempatnya."

"Aku tidak perlu handgun," timpal Bruce sambil memegang erat katana hitamnya.

"BRUCE!!!" bentak Rebecca.

"Iya, iya, bawel."

"Pakai jaket dan sarung tangan. Jangan sampai kita bertiga harus saling bunuh gara-gara tertular."

Rebecca melihat situasi sekitar. Ada satu infected di sisi kiri mobil dan dua infected di depan mobil. Jarak antara mobil moncong dengan para infected di depan mobil sekitar lima meter. Sedangkan di sisi kiri sekitar tiga meter.

"Oke formasinya seperti ini. Aku memimpin di depan. Bruce di belakang. Jack, kau di antara kami. Hajar semua zombie dari sisi kiri dan kanan. Dan sekarang jatahmu di jam sembilan, Bruce. Buka mobilnya perlahan dan tebas kepalanya. Jangan berisik."

Bruce menyentuh gagang pintu mobil dan membukanya perlahan. Dia turun dan berjalan sambil menghunuskan katana. Dalam waktu beberapa detik, katana hitam itu langsung diselimuti kobaran api hitam. Sebuah ayunan katana yang cepat dan tepat cukup untuk menggelindingkan kepala si infected.

"Seriously??? Perlukah menggunakan api hitam???" komplain Rebecca.

"Oh, ayolah, Rebecca. Biarkan aku mencoba katana baruku ini."

"Kan kemarin sudah."

"Kan kemarin hanya latihan. Tidak benar-benar membunuh."

Rebecca menghela nafas, "Kita sekarang dalam kondisi yang sangat minim. Kau paham itu. Pastikan jangan buang-buang energi."

"Yeah. Aku paham itu. Daripada menuju ke Woodberry aku lebih memprioritaskan Sakuya, Scarlett dan Tom. Aku ingin mencari mereka. Aku khawatir ..."

"Mereka tidak akan mati semudah itu. Pastinya mereka sudah bergerak. Sakuya dan Tom. Scarlett dan Alexei."

"Kau tidak mencemaskan Alexei??" tanya Jack

"Kenapa aku harus mencemaskan si komunis itu???" jawab Bruce.

"Sebenarnya tidak perlu mencemaskan mereka, Jack. Yang kucemaskan adalah bagaimana mengontak mereka. Kita terpencar bagai kepingan puzzle," kata Rebecca sambil mengkode Jack dan Bruce untuk lanjut berjalan, "Aku yakin banyak anggota Guardian yang berkumpul di Woodberry."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Black DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang