Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
When Ariana said God is woman, she really mean it
. . . . .
Setelah melalui obrolan panjang yang cukup menegangkan dengan Taehyung, rengekan Taeho yang sama sekali tak menginginkan untuk Ibunya untuk pergi, dan bujukan dari orangtua anak laki-laki itu serta Seokjin, disinilah Jisoo akhirnya.
Pandangannya mengelilingi, membiarkan Seokjin kala itu yang mengambil alih kopernya dan pergi begitu saja--entahlah, mungkin pria itu akan membantunya untuk meletakkannya.
Tidak berubah, masih sama seperti enam tahun yang lalu. Itulah yang Jisoo pikirkan ketika kakinya menginjak kembali di apartement milik pria itu. Apartement yang mereka tinggali bersama saat mereka masih menjalin kasih. Walaupun tahu ada tentangan--tentu saja dari Ibu Seokjin--tapi Seokjin tetap memaksanya.
Jisoo bisa apa memangnya? Kala itu, ia terlalu dibutakan oleh cintanya pada Seokjin. Bahkan tak mempermasalahkan semua tatapan kebencian, ucapan caci-maki, serta pukulan dan tamparan fisik yang selalu ia dapatkan dari Ibu Seokjin. Namun agaknya, hal terakhir yang ia sebutkan tadi tak pernah Seokjin ketahui. Sebab hal itu tak pernah terjadi di depan mata pria itu, dan juga Jisoo yang tak bercerita hingga saat ini. Biarlah, anggap saja itu adalah pengorbanannya untuk bisa terus dengan bersama dengan Seokjin. Ia bahkan bisa melakukan apapun untuk Seokjin.
Seperti yang ia lakukan enam tahun lalu. Walaupun itu menyakitkan, tapi jika sudah berhubungan dengan Seokjin, maka apapun akan Jisoo lakukan.
"Kau bisa membersihkan dirimu lebih dulu. Aku akan buatkan makan malam."
Jisoo menahan Seokjin yang sudah akan pergi saat itu, membuat pria itu kini menatapnya dengan tatapan bingung.
"Wae? Kau membutuhkan sesuatu?"
Jisoo menggeleng, nampak ragu namun tetap mendekat dan memeluk Seokjin saat itu. Sementara Seokjin di awal cukup bingung dan terkejut, namun akhirnya tersenyum dan membalas pelukan dari sang kekasih.
"Aku tahu kau merindukanku. Tapi kau tahu bagaimana aku, bukan? Aku sangat lapar saat ini."
Baik keduanya tak bisa menahan tawa dan senyum mereka, sebelum Jisoo sedikit merenggangkan pelukannya dan menatap pada Seokjin setelahnya.
"Apa makanan sekarang lebih penting daripada memelukku?"
Seokjin menghela napasnya--seolah berpikir--dimana kedua tangannya kini menangkup wajah Jisoo. "Hmm, bukankah dari dulu sama saja?"
Jisoo mendecih, sebelum kembali tersenyum dan membuat Seokjin tersenyum.
Lalu setelahnya, tak ada lagi percakapan apapun dari mereka. Posisi keduanya tak berubah pula, saling memeluk satu sama lain dengan tatapan yang tak pernah lari dari satu sama lain.