Catatan Senja di Suatu Hari Aku sedikit trenyuh melihatmu terbaring di kasur bersprei putih khas rumah sakit itu. seraut wajah tenang namun terlihat pucat. Ketiadaan kabarmu ternyata inilah penyebabnya. Tapi kenapa harus kaurahasiakan semua ini padaku ? Biasanya akulah orang pertàma yang kauajak berbagi. Kau terkejut ketika menyadari aku telah berada di ruangan itu dengan Ardhan, anak lelaki kebanggaanmu. Segumpal tanya tersirat dari tatapanmu. " Kenapa abi tak mengabari kalau sakit ? Sepertinya menghindar dariku ," tanyaku sesaat setelah aku duduk di sisi pembaringan. " Maaf mi, aku hanya tak ingin membebani pikiranmu dengan keadaanku ," jawabmu lirih " Tapi tak biasanya abi seperti ini ," " Sudahlah tak usah jadi masalah, aku minta maaf deh mi kalau gitu ," sergahmu sebelum sempat kuselesaikan kalimatku. Aku memandangmu lekat seolah tak yakin dengan kata-katamu barusan, ada kesal yang menggumpal. Bagaimana tidak ? Beberapa waktu aku kuatir karena tak ada kabar tentangmu, lalu dengan mudahnya kau memintaku memaklumi sedang nyatanya kau dalam keadaan sakit? Ada perih yang mulai menjalari hati. " Ya sudahlah kalau itu maunya abi, lebih baik aku pulang saja, memang lebih baik kalau aku tidak lagi tahu tentang abi sama sekali. Maafkan jika aku terlalu jauh memasuki wilayah pribadi abi ," ucapku lirih seraya bangkit dari tempat dudukku. Namun aku terkejut ketika tiba-tiba kau meraih tanganku dan menahan langkahku. " Ummi jangan marah, abi tak bermaksud seperti itu, abi hanya berusaha untuk tak lagi rapuh dan selalu bergantung padamu, itu saja," tuturmu lirih, sendu dan patah. " Tapi bukan berarti harus memaksakan seperti itu, lihatlah kondisi abi sekarang sampai sakit begini " " Maafkan abi,mi ," hanya itu ucapmu sambil menggenggam jemariku dengan lembut seraya mengelusnya. " Ya sudahlah bi, sekarang kita fokus aja pada kesehatan abi " Kami bertatapan dalam diam, hanya hati kami yang bicara lewat tatap mata dan genggaman tangan. Batam06043017 Edith Agastya 13.31 wi