Semoga Lo juga fans Lo bisa mengkoreksi diri, bukannya gue meminta validasi, tapi komentar gue di wall Lo masih termasuk ringan, enteng, halus dan nggak langsung was wes wos kritisi sampai akar-akarnya. Kalau Lo ketemu penulis, sastrawan atau editor senior, mungkin Lo bakal lebih kaget lagi. Dunia kepenulisan itu sulit di dalam, karena memang dunia seni. Gue bukan editor senior meskipun menggeluti literasi sejak 2013, gak juga punya niat nulis serius sebagai penulis, gue cuma orang yang suka-suka ngambil job. Makanya gue spill sedikit-sedikit problematika buku Lo lewat reply gue ke beberapa orang yang pro/kontra dengan komentar gue (dan gue harap Lo membaca itu semua sebagai cerminan diri, sekali lagi, loh, ya), takutnya, nanti kredibilitas komentar gue dipertanyakan lagi kalau kritisnya keterlaluan (dalam konteks, blak-blakkan tanpa menambah-kurangi) karena komentar gue di bawah aja langsung disabet 'jahat' sama orang. LOL.
Intinya, Aul, gue harap Lo koreksi diri. Dan bahas ini ke penerbit Lo, supaya bisa rembukan. Penerbit gak bisa lepas tangan gitu aja, apalagi bandrolan dari mereka (kata Lo, dan Lo nggak tahu, yakan?).
Rekam jejak penulis 'menulis apa saja' itu juga berbahaya, apalagi kalau Lo udah cukup dewasa (gue nggak dalam rangka menuakan diri sendiri) dan turun ke konfrontasi lebih terjal semacam bahasan isu politik atau sosial. Lo bisa dipertanyakan omongannya, mindsetnya, dan sebagainya. Dan percayalah, ini gak enak kalau suatu saat Lo mau membesarkan nama.
Nama jelek karena karya nggak berkualitas itu lebih repot daripada nama jelek karena Lo dianggap problematik di media sosial oleh orang-orang, percaya deh, karena contohnya ada. Sebut aja Tere Liye. Dia kritis, karya-nya angkat genre yang mampu bikin pembaca nagih. Padahal di media sosial, dia sering bikin kontroversi sejak dulu.
—