Minggu pagi, pada masa lalu ...
Ketika aku masih terlampau lugu hingga cemburu dan patah hati belum sedemikian pilu, ayah membelikanku lima balon gas berlainan warna yang melayang-layang lucu. Mengapung di udara berlatarkan langit cerah berwarna biru. Temali balon-balon itu ayah simpulkan menjadi satu ikatan, kecuali satu balon yang berwarna kesukaanku. Ayah meminta satu balon itu. Diambilkannya secarik kertas, disodorkannya padaku.
“Anakku, tuliskan cita-citamu” ucap ayah lembut.
“Untuk apa, Yah?”
“Tuliskan saja”
Aku pun menurut. Setelah selesai ku tulis cita-citaku, kuserahkan kertas itu pada ayah kembali. Ayah lubangi kertas itu, lalu ayah loloskan tali balon yang berwarna kesukaanku, dan di ikatnya. Kemudian tanpa aba-aba apapun, ayah terbangkan balon itu. Aku terkesima.
“Anakku, balon itu mungkin akan jatuh jika meletus atau kehabisan gas. Tetatpi tidak dengan cita-citamu...” Ayah mengatakan itu sambil menyodorkan padaku secarik kertas. Begitu kubaca tulisan yang ada padanya, rasa takjub meruah dalam dadaku. Itu tulisanku yang tadi jelas kulihat telah ayah terbangkan bersama balon berwarna kesukaanku. Bagaimana bisa? Kudongakkan kepala, kupandangi balon hijau yang kian tinggi mengangkasa. Sekarang balonku tinggal empat. Kupegang mereka erat-erat.