Ada beberapa orang nanya tentang novelku yang sekarang terbengkalai, “World Destruction itu tentang apa, sih?”
Jawabannya agak panjang, karena sebenernya novel lebih mirip ruang curhat pribadi—tentang hal-hal yang sering muter di kepala aku, tapi nggak selalu bisa aku ungkapin langsung.
Tokoh utamanya, Eliza La Giga, adalah seseorang yang terobsesi mencari kebenaran yang disembunyikan para dewa. Tapi kalau boleh jujur, Eliza itu ya aku. Dia adalah cerminan dari diriku sendiri, yang selalu bertanya-tanya tentang hidup, tentang alasan di balik semua yang terjadi, dan terutama... tentang keadilan.
Aku sering banget mikir, kenapa hidup ini terasa nggak seimbang? Apa yang seharusnya kita kejar? Kenapa ada orang yang berjuang mati-matian tapi tetap menderita, sementara yang lain bisa hidup seenaknya tanpa pernah tersentuh akibat? Kenapa ada yang mati muda, padahal niatnya tulus, dan kenapa ada yang berbuat kejam tapi tetap dipuja?
Apakah kita hanya aktor dari sebuah drama hanya untuk menghibur Tuhan?
Pertanyaan-pertanyaan kayak gitu yang terus menghantui, dan aku sendiri pun nggak pernah benar-benar dapat jawaban.
Dari situ, aku mulai memperhatikan kisah-kisah hidup orang lain—yang unik, rumit, penuh luka tapi juga penuh makna. Baik itu kisah seorang pahlawan, penjahat, atau seseorang biasa yang punya pergumulan luar biasa. Dari mereka, aku belajar bahwa setiap orang punya prinsip, punya iman, punya alasan kenapa mereka memilih jalan tertentu. Dan kadang… dari situlah konflik-konflik bermunculan: ketika prinsip dan kepercayaan itu saling bertabrakan.
World Destruction jadi satu-satunya cara aku merangkai semua itu. Lewat dunia fiksi, aku menulis ulang pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Perjalanan Eliza dalam kisah ini bukan hanya untuk menemukan kebenaran… tapi untuk mencari arti dari hidup itu sendiri. Hingga akhir dari segalanya.
Kalau kamu baca dan ngerasa relate, mungkin, kamu juga lagi dalam perjalanan yang sama dengan aku.