Goraenbow

Malam ini, aku kembali melewati Pasupati. Suasananya persis sama, seperti tahun lalu. Hari itu, aku tersenyum diatas jalan layang, ditemani cahaya lampu dari gedung-gedung Bandung. Indah, pikirku, sambil ditemani dua kalimat bodoh yang masih aku ingat hingga saat ini. 
          	
          	'Malam ini, buku kamu aku bawa pulang. Tahun depan, boleh antar aku pulang?' 
          	
          	Lucu ya, satu tahun terlewati tapi ternyata aku masih belum bisa mengenali kamu dengan baik. Tapi semoga, rasa nya lekas membaik. 
          	
          	Someday, when i no longer see you. Karena kita masih berpapasan sampai hari ini, kira-kira kapan ya waktunya tiba? 
          	
          	But, when i no longer see you. Semoga lekas berdamai. 
          	
          	Karena semua hal bisa diusahakan, kalau sejalan. 
          	
          	

Goraenbow

Malam ini, aku kembali melewati Pasupati. Suasananya persis sama, seperti tahun lalu. Hari itu, aku tersenyum diatas jalan layang, ditemani cahaya lampu dari gedung-gedung Bandung. Indah, pikirku, sambil ditemani dua kalimat bodoh yang masih aku ingat hingga saat ini. 
          
          'Malam ini, buku kamu aku bawa pulang. Tahun depan, boleh antar aku pulang?' 
          
          Lucu ya, satu tahun terlewati tapi ternyata aku masih belum bisa mengenali kamu dengan baik. Tapi semoga, rasa nya lekas membaik. 
          
          Someday, when i no longer see you. Karena kita masih berpapasan sampai hari ini, kira-kira kapan ya waktunya tiba? 
          
          But, when i no longer see you. Semoga lekas berdamai. 
          
          Karena semua hal bisa diusahakan, kalau sejalan. 
          
          

Goraenbow

Pada akhirnya, aku kembali tersenyum. Untuk hari ini, untuk hari yang kemarin, untuk dia yang masih belum mau pergi, dan..untuk aku tepat di satu tahun yang lalu. 
          
          Ternyata...semuanya masih sama. Dia tidak berubah. Iya. Dia hanya dia, yang segala hal nya masih punya sisa tempat untuk selalu kukagumi. 
          
          Tapi kurasa, jantungku tak perlu punya urgensi untuk berderu secepat tahun lalu. Sebab demi Tuhan, demi Tuhan, hari ini aku menatap dirinya dengan saaaaaangat tabah. 
          
          Hampir 2 tahun terlewati, sudah cukup ya? tolong, jangan menyakiti lagi. Aku menyerah kalau harus melabeli kamu dengan ribuan kesalahan itu. Aku lelah kalau harus memaksa menghilangkan perasaanya ini lagi. 
          
          Sisanya, aku serahkan pada kamu. Kalau hati adalah benda yang bisa dicuci, nanti kembalikan kalau sudah bersih, ya? tak apa, tak perlu kamu ganti dengan yang lebih besar, cukup kembalikan saja punyaku. Aku tunggu.

Goraenbow

hi guys..thisis me! i'm back, tapi bukan sedang ingin melanjutkan part cerita Langit dan Bumi atau apapun itu. Kayaknya aku masih belum punya mood buat menamatkan cerita mereka yang bahkan tinggal beberapa part terakhir. Ngarang cerita itu sussah. Tapi sebagai gantinya, malah aku sendiri yang ditambah cerita hidupnya. Hhh..sebenernya aku capek sih, mungkin sama hal nya kayak kalian yang gabut baca ini. Kalian tentu bisa skip kalau ini ngalangin notifikasi. 
          
          Bet..this is me, bersama si lampu kuning yang sudah seharusnya tidak lagi ku harapkan hijaunya. 
          
          Dari Mei, ke Juni, hingga sekarang bahkan, bener-bener banyak banget scene yang gak disangka-sangka (lagi). Padahal, gak ada apa-apa. Iya. Justru karena gak ada apa-apa nya itu yang malah bikin..udah, mungkin aku udah sampai di ujungnya. 
          
          Guys, jatuh cinta itu rasanya seperti apa sih? Apakah seperti...senang mengagumi seseorang dari kejauhan? Apa seperti...senang menyelipkan tawa disela interaksi kecil? Selalu senang ketika sosok itu berada di dekat kita? Atau...ketika kita telah menerimanya, apapun kondisinya, baik buruknya, serta bahagia sedihnya? 
          
          Lalu, batas jatuh cinta itu seharusnya sampai dimana? Lalu bagaimana jika dua orang yang tidak bisa bersama itu masih dipaksa berdampingan pada garis masa yang belum selesai? 
          
          Aku, harus tabah sampai mana? 
          
          Dua hari berturut-turut, aku kembali berhadapan dengan punggungnya, lagi. Dua hari berturut-turut, aku menatap sepasang mata itu lagi dari belakang kamera. Sama seperti yang pernah kami lewati di tahun lalu, ternyata... mungkin masa untuk kami berdampingan itu masih belum selesai ya? 
          
          Aku harusnya sudah tidak sanggup lagi untuk sekedar bertanya 'sampai kapan'. Tahu kan, manusia selalu dihadapkan dengan pilihan dalam hidupnya. Dan diantara pilihan-pilihan itu, sialnya, 
          
          Sialnya aku masih memilih untuk pergi menatap raganya. Jadi, aku harus memihak diriku yang mana?