"Kita berpisah dengan cara yang baik."
Haniva menengadah menatap pria di hadapannya. Matanya memicing, sejurus dengan kedua tangannya yang terkepal. "Baik-baik saja, katamu? Biar kuulang. Kau bilang, kita berpisah dengan cara yang baik?"
Heeseung mengangguk, meneguk blue moonnya pelan-pelan. "Kita berpisah dengan cara yang baik, Haniva. Kau yang memilih menyudahi hubungan kita dan aku menerimanya sebab tidak ada lagi yang dapat dipertahankan."
"Tidak ada yang bisa dipertahankan atau memang kau tidak ingin mempertahankannya?"
Haniva tersenyum kecut. Tegukan margaritanya nyaris tidak sekuat tadi. Menjadi suatu kepuasan tersendiri baginya melihat Heeseung mati kutu, persis tikus basah di got.
"Dengar." Heeseung meletakkan gelas blue moonnya keras, mengetuk permukaan meja Untuk merampas atensi Haniva. "Kau yang membuat segalanya menjadi mungkin. Jika kau berpikir aku tidak ingin mempertahankanmu, untuk apa aku aku memohon padamu supaya kau tidak pergi ke Nevada? Kau keras kepala. Kau yang memaksa pergi dan mengorbankan segalanya. Jika kau ingin bermain-main dengan ambisi..."
Tubuh Haniva menegang, nyaris gemetar ketika Heeseung mempertegas segalanya. Gelas Margarita di tangannya hampir melayang, tapi ia masih menahannya. Takut dan bimbang menjadi satu. Perlahan tubuhnya mulai menggigil.
Oh, ya ampun, kemana Heeseung yang dikenalnya dulu? Yang menjadi jaket kesukaannya ketika ia menggigil ketakutan? Haniva menggigit bibir bawahnya.
Sepasang netra Heeseung berkabut penuh kecewa. "Jika kau ingin bermain-main dengan ambisi, aku bukanlah pria yang tepat, Haniva."