Kisah Penulis Bermental Lemah
"Selamat tinggal mimpi jadi penulis! Aku nyerah dulu, ada uang yang harus aku cari," ujar seorang penulis pemula dengan mimpi-mimpi besar yang kembali terpendam.
"Halah, penulis lemah. Baru aja nerbitin satu novel terus nggak laku, nyerah gitu aja. Naskah kedua udah beres, tapi nggak diapa-apain lagi. Kalau dia mau sabar sedikit lagi, mungkin semua bisa diraih. Sayang, nyerah duluan," ucap sinis kritikus yang optimis.
"Walau aku belum berumah-tangga, entah mengapa semua orang di sekitarku memberikan beban berlebih pada pundak kecil ini. Orang tua yang begitu berharap agar sang anak segera balas budi, adik kecil yang ingin lanjut kuliah, listrik rumah yang sering berbunyi minta isi ulang, gas kompor yang harus selalu penuh untuk menghangatkan makanan, air galon untuk menghilangkan kehausan, para sahabat yang ingin hangout bareng tanpa peduli isi tabungan, para keluarga yang berharap aku beli mobil untuk mereka bisa jalan-jalan, calon mertua yang berharap aku membuat pesta besar saat meminang anaknya dan hidup bahagia di rumah yang bukan kontrakan, dan semua itu aku ragu bisa didapat hanya dengan menulis naskah fantasi picisan. Aku yakin, para penulis pro mengambil banyak waktu untuk menulis, sedangkan aku tidak punya banyak waktu untuk itu. Beban dan tanggung jawab ini, tidak bisa aku pikul bersama dengan cita-citaku, tidak ada yang peduli dengan mimpiku, yang mereka pedulikan hanyalah kesuksesanku saja. Bahkan, hanya sekedar mengeluh pun sepertinya aku tidak diperbolehkan," balas lirih dari orang yang mengatakan bahwa dirinya adalah calon penulis.