Kulihat dari kejauhan ada sepasang mata yang mengamatiku
Bukan Tuhan bukan awan bukan setan bukan pula kawan
Berbisik nyaring dengan pekik nan garing
Mata itu seakan tertawa riang meski nadanya sumbang
Sungguh, kupingku panas menatap suaranya
Mulutku otomatis komat-kamit mengucap mantra doa
Sekiranya memang setan, baiklah lekas sirna tingkah durjananya
Bila ia kawan, aku bukan tontonan menarik, kan?
Bila ia setan, memangnya aku terlihat menggiurkan?
Bila ia awan, lantas aku langitnya sampai harus ditempeli demikian?
Bila ia Tuhan, jangan bilang inilah sakratul maut yang Ia siapkan?!
Ah!
Aku sudah muak.
Sudah cukup!
Coba lihat kilatan cahaya matanya di ujung sana
Ia begitu hidup dan bahagia, terlalu girang
Padahal tidak ada yang lucu yang pantas untuk ditertawakan
Aku sedari tadi hanya duduk termangu menopang daguku
Aku diam membisu dengan sopan santunku yang sempurna
Tapi coba lihat matanya,
Ia masih tetap mengamat-ngamatiku seakan ingin menyergapku
Bising sekali suara tawanya, padahal matanya hanya ada dua
Aku hendak gila mendengarnya
Jelas sekali matanya mengikutiku kesana kemari dengan riang dari ujung sana
Padahal ia hanya berbisik-bisik tapi terlalu nyaring hingga memekik garing
Garing sekali, renyah sekali
Dan aku tidak suka itu. Aku muak
Tapi tidak sampai gusar hati
Hanya muak.
Juga muak pada mantra doa yang kurapal sejak tadi tidak punya jeda bahkan tidak ada ujungnya
Sampai-sampai aku harus mengulang lagi dari awal
Tapi kali ini aku komat-kamit dalam hati saja
-
Kamis, 20 Mei 2021
00.34 WIB