Dari semua hal yang paling aku takutkan adalah, ditinggalkan.
Kesendirian, kesepian, sudah cukup untuk aku merasakan kedua hal tersebut.
Kemudian, aku ingin semua orang di sekitarku mengerti bahwa aku tidak menyukai itu. Namun yang kupilih adalah tidak menjelaskannya. Terlalu rumit, pun tidak semua orang akan mengerti.
Seperti yang aku takutkan, pada akhirnya mereka yang datang akan selalu memilih untuk pergi. Memang apa salahku? Ribuan pertanyaan serupa selalu memenuhi isi kepalaku.
Sedari kecil, ditinggalkan selalu menghiasi kisah milikku. Bahkan ayahku saja meninggalkanku, apalagi mereka yang bukan siapa-siapa. Saking seringnya ditinggal pergi, aku jadi mengetahui siapa saja orang yang tidak lama lagi akan meninggalkanku.
Maka dari itu, kadang aku bersikap tidak seharusnya dengan mempertanyakan perubahan sikap mereka. Seperti ciri khas manusia untuk mempertahankan hidup, tentu saja mereka mencari alasan sebagai bentuk pembenaran, menyalahkan sikapku dan membantahnya.
Padahal aku sudah tahu betul. Aku sudah terlalu sensitif dengan signal perubahan perilakunya walaupun kecil. Rasanya ingin membantah, tapi untuk apa? Hal-hal seperti itu tidak akan membuat mereka bertahan lebih lama.
Kadang aku bertanya-tanya, apa yang salah? Apakah sebenarnya kecurigaan tidak mendasarku ini yang membuat mereka meninggalkanku? Atau justru semuanya terjadi karena hal lainnya yang tidak ada campur tanganku dan tidak bisa aku ubah?
Meskipun telah sering ditinggalkan, rasanya tetap sama. Pahit. Sakit. Aku kira semakin sering, aku akan semakin terbiasa dengan rasanya. Tetapi tidak. Sama sekali tidak.