Rafliisme

Di dunia tanpa keserakahan, emas dan ambisi kekuasaan. Semua orang mungkin bisa jadi seorang kesatria, pahlawan alih alih seorang bajingan. 

Rafliisme

Ia menulis tentang revolusi, tentang massa, tentang penghapusan kelas dan imperialisme.
          Tapi dia lupa atau bahkan menolak fakta bahwa rakyat yang ia perjuangkan hanya ingin harga beras tidak naik atau turun secara tiba tiba, dan melihat pemuda pemudi mati dengan cara dan untuk hal yang sia sia. 
          
          Mereka tak pernah minta dunia sempurna.
          Mereka hanya ingin dunia ini sedikit lebih baik dari kemarin.
          
          Tapi Tan malaka terlalu serakah. Dia tak pernah bisa menerima "sedikit lebih baik". Ia ingin semua atau tidak sama sekali.
          Dan karena itulah, ia kalah.
          
          Dia terlalu besar untuk dunia yang begitu sempit.
          
          Singkatnya, dia adalah orang baik yang mengejar utopia dengan serakah. 
          
          
          
          Ya aku membencinya. Jika aku jadi penguasa, aku akan memburu dia. Tapi bukan karena dia jahat, tapi karena dia terlalu mengejar utopia yang mustahil untuk diwujudkan. 
          
          Memperjuangkan cita cita dengan cara yang sama dengan caranya, cuman bakal meninggalkan jejak kehancuran. 
          
          

Rafliisme

Aku berpikir ulang. Pengadaan kapal induk bekas pakai Italia untuk digunakan oleh angka laut Indonesia adalah kebutuhan mutlak, terlepas dari setiap konsekuensi buruk yang menyertainya. 
          
          Tentu saja, operasi militer selain perang (OMSP) adalah alasannya. Tapi lebih dari pada itu, kapal induk ini bisa jadi dibeli demi pengembangan doktrin pertempuran angkatan laut Indonesia khususnya korps penerbangan angkatan laut dan juga korps marinir. 
          
          Doktrin dan kapabilitas penerbangan laut: memiliki platform bergerak (flight deck) memaksa pengembangan SOP carrier ops, recovery/launch, logistik penerbangan laut, dan interop dengan helikopter/VTOL/UAV. Kapal induk bekas italia ini pasti memberikan pengalaman yang sulit didapat hanya dari kapal-kapal LPD yang sudah dimiliki angkatan laut Indonesia saat ini. 
          
          Dan untuk marinir. Marinir selama ini bertempur dan berlatih operasi pendaratan amfibi dan juga pertahanan pesisir dengan strategi dan juga doktrin yang berusia 80 tahun lebih. Mulannya, pantai yang akan diserbu oleh marinir akan dibombardir dengan artileri kapal dan juga serangan udara, kemudian dilanjutkan dengan pendaratan amfibi besar besaran dengan Kapal pengangkut tank (LST) dan juga kendaraan kendaraan berkemampuan ampibi. 
          
          Jelas sekali ini adalah taktik yang sudah usang, bahkan sejak akhir perang dunia 2 dan awal perang dingin. 
          
          Menempatkan armada pendarat dekat dengan bibir pantai terlalu beresiko sejak diperkenalkannya senjata nuklir. Maka dari itu, dibutuhkan suatu cara agar pendaratan amfibi tidak lagi mengharuskan angkatan laut untuk mengkonsentrasikan aset asetnya secara berdekatan dengan bibir pantai dan di satu titik. 
          
          Kapal dengan flight deck yang luas untuk mengakomodasi helikopter seperti kapal induk dan LHD jelas adalah suatu solusi. 
          
          

Rafliisme

Persetanlah. Dimanapun itu, mau Amerika, Rusia, jepang atau bahkan tanah airku Indonesia. Semua itu dikendalikan oleh kekuatan dan kepentingan. 
          
          Moral? Keadilan? Itu nomor sekian. 
          
          Tentu, aku sangat nasionalis. Aku ingin angkat senjata demi Indonesia jika itu perlu. Tapi aku juga orang yang sadar dan realistis. semua negara bahkan termasuk negaraku sendiri, mengambil keputusan berdasarkan kepentingan dan kalkulasi dingin. Bukan berdasarkan moral, keadilan dan kesetaraan. 
          
          Aku tidak sinis, aku hanya realistis. 
          
          Dan jujur, aku juga sama saja seperti mereka. Terkadang aku mengambil keputusan bukan berdasarkan moral atau etika. Tapi berdasarkan kalkulasi dingin dan terkadang juga langkah putus aja demi bertahan. 
          
          
          

Rafliisme

Nasi udah jadi bubur. Hal terbaik yang bisa kita lakukan bukanlah menyesal apalagi mengubah bubur itu jadi nasi, melainkan menambahkan ayam, kuah dan kerupuk. 
          
          Jika sesuatu yang bukan kau kehendaki terjadi, jangan terlalu bersedih atau memaksakan kehendak mu sendiri. Cobalah syukuri, atau bahkan memanfaatkan itu sebagai bahan untuk memperbaiki diri. 
          
          
          Misalnya MBG. Kita semua baik itu pendukungnya ataupun pengkritiknya pasti sedikit banyak merasa kecewa karakter program yang seharusnya luar biasa ini malah dilaksanakan dengan ugal ugalan. Keracunan, lauk basi, hingga makanan yang tidak bergizi sama sekali. 
          
          Tapi, menyesalinya atau bahkan menghentikannya adalah pilihan yang sulit. Mau bagaimanapun, sudah terlalu banyak orang yang diuntungkan atau bahkan dihidupi dengan progam ini. Mulai dari pengusaha, pekerjaan hingga petani, nelayan dan peternak yang menjadi supplaiyer. 
          
          Maka dari itu, saya menawarkan solusi. Bagaimana jika kita membuat progam ini tidak hanya sebagai progam pemenuhan gizi. Melainkan sebagai sebuah program untuk menyerap hasil panen yang berlebih (seperti tomat dan cabai) serta sebagai alat pemerintah untuk mengkampanyekan diversifikasi pangan. 
          
          Masyarakat kita terlalu bergantung pada beras yang suplainya bergantung pada pulau Jawa-Bali. Dan juga ketergantungan pada olahan gandum (semisal roti dan mie), padahal gandum tidak tumbuh di Indonesia. 
          
          Maka dari itu, saya berpikir bahwa progam ini seharusnya bisa digunakan untuk mempromosikan sumber karbohidrat alternatif selain gandum dan beras. Semisal ubi ubian, sorgum, sagu dan lain sebagainya.