Monomane adalah proses peniruan (kata dosen saya), seperti ketika Jepang meniru kebudayaan Tiongkok dan kemudian mereka jadikan kebudayaan negeri mereka sendiri dengan beberapa perubahan.
Yang saya alami, adalah peniruan saya terhadap karya-karya sastra lama Jepang yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Saya sangat senang membaca novel-novel karya pengarang terkenal Jepang di masa lalu, seperti Kawabata Yasunari (dengan novelnya yang paling saya sukai, "Cinta dan Kesedihan"). Cerita-cerita lama terkadang mengandung unsur kesedihan mendalam dan emosi yang kuat. Cukup berat dan kompleks memang, tapi saya suka bagian itu.
Saya ingin sekali memasukkan perasaan mendalam terhadap cerita yang saya tulis. Maka saya menirukan gaya penulisan novel-novel terjemahan tersebut, yang mana manurut saya struktur kalimatnya kadang tidak serunut cerita non-terjemahan, tapi justru begitu kuat memengaruhi pembaca.
Maka melalui peniruan-peniruan itu, perlahan saya mulai menemukan sendiri gaya penulisan saya, yang merupakan gabungan berbagai gaya yang saya sukai. Tak ada niatan untuk menyamakan diri atau pun menyerupai penulis-penulis hebat favorit saya, karena bagaimana pun saya meniru, saya tidak akan pernah bisa sama dengan mereka. Beda koki beda masakan... meski bahan dan bumbunya sama.
Impian saya saat ini adalah dapat menulis sebuah cerita yang melibatkan banyak emosi... dan menyiratkan kesedihan. Ahahaha, melankolis sekali saya ini ya?
Duh, cerita Direktur Jung dan para kucing peliharaan Jaejoong belum lanjut-lanjut nih, sayanya lagi baper, pengen nulis cerita baru yang baper-baperan hahahaha.