Shakila_Ciciana
Hai, kakak yang tak aku kenal. Izin curhat dan mengutarakan isi hati di sini ya. Sebelumnya maaf ya karena telah menambah sesuatu di papan percakapan profile kakak, jika mengganggu bisa di hapus saja. Terimakasih...
Jujur aku ga tau sebenarnya aku ini menyesal atau engga, rasanya lega tapi di saat yang bersamaan juga terasa sakit dan menyedihkan.
Aku sendiri yang berdo'a kepada Allah agar membawanya pergi untuk selamanya, supaya dia tak merasakan sakit lagi. Tapi... Di saat itu aku juga merasa hancur atas kepergiannya.
Orang itu ibuku, malaikat tak bersayap yang selalu menyayangiku tanpa syarat. Merawatku sedari lahir hingga akhir hayatnya, aku bangga dan sangat mencintainya.
Namun di akhir bulan dua tahun yang lalu, dia terkena penyakit. Waktu berlalu dan penyakitnya pun semakin parah, kami mencoba berbagai cara untuk mengobatinya. Baik dengan cara dan obat resep dokter, sampai ke cara dan obat tradisional.
Shakila_Ciciana
"Nur, yang kuat ya... "
Disitu mataku udah mulai berkaca-kaca. Tanganku gemetar, aku berusaha berfikir positif. Mungkin aja kan cuma kebetulan, tapi ketika antarmuka obrolan pribadi di buka, rasanya dunia kek gelap semua...
"Ibumu baru aja meninggal jam 2 ini..."
Aku... Aku ga tau bereaksi kek gimana, cuma bisa bengong, pikiran rasanya kosong. Pandangan mulai menggelap. Air mata, rasanya mengalir melewati pipi...
Setelah beberapa saat, aku cuma bisa meluk boneka kesayanganku. Boneka beruang yang dibelikan Ibuku, menangis sejadi-jadinya.
Aku tau bahwa Ibu ga bakal bisa bertahan lebih lama lagi, aku udah mempersiapkan diri sebelumnya. Tapi... Tapi tetep aja, aku ga bisa berkata ke diri sendiri kalau aku senang, senang karena Ibu udah pergi dan ga bakal ngerasa sakit lagi. Aku masih belum ngucapin kalau aku sangat sangat sayang dan cinta ke Ibu, aku ga sempat ngucapin selamat tinggal, aku belum ngucapin ke Ibu kalau aku... Bahagia bisa terlahir menjadi anaknya.
Makasih, udah membaca sampe akhir... Aku cuma mau bilang ke kalian, kalau kita pasti punya masalahnya masing-masing.
Gapapa cerita, gapapa nangis, gapapa terlihat rapuh sesekali. Kita manusia, yang pasti memiliki emosi seperti sedih dan senang.
•
Reply
Shakila_Ciciana
Semakin waktu berlalu, kondisi ibu semakin buruk, ayah membawa ibu pulang kampung. Ga sampe beberapa hari aku dapat kabar kalau ibu dibawa ke Rumah Sakit... Aku dan abangku langsung ke sana esok harinya. Sampai di RS, aku ngeliat ibu cuma bisa terbaring lemas sambil di infus, ngeliat matanya yang lelah membuatku semakin merasa bersalah. Di moment itu, dalam hati aku berdo'a ke Allah...
'Yaallah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Tolong, tolong bantu ibundaku. Jika beliau memang tak bisa sembuh, maka bawalah beliau pergi, agar beliau tak merasa sakit, tersiksa oleh penyakit. Hamba ikhlas.'
Hanya itu yang bisa ku ucapkan dalam hati, saat hari minggu, aku dan abangku disuruh pulang oleh ayah, karna senin nya aku ada ujian dan abangku harus kerja.
Jujur, saat itu firasatku ga enak, aku ngerasa ga mau pulang. Aku mau tetep di situ, apalagi setelah mendengar Ibu ngomong jangan pergi dengan suara lirih... Tapi ayah dan keluarga yang lain tetep maksa buat kami pulang. Akhirnya kami pun pulang...
Ga lama, mama mulai kritis, dirujuk ke ruang ICU. Aku dan abangku tetap di suruh pulang, aku di antar ke kos an ku dan abangku kembali ke tempat kerja.
Ga sampai satu hari setelah kami berdua pergi dari RS. Tepat jam 2 subuh, abangku nelpon, firasat yang udah ga enak makin menjadi. Ku angkat telpon, abang bilang agar aku membuka WA ku.
Hati udah deg deg an, ketika buka WA. Pandanganku langsung tertuju ke no wa yang baru mengirim pesan ke aku, aku belum membuka antarmuka obrolan pribadi no wa nya, tapi pesan yang muncul di antarmuka sudah bisa ku tebak lanjutannya. Pesan di antarmuka itu mengatakan...
•
Reply
Shakila_Ciciana
Sayangnya, ga ada yang berhasil... Waktu semakin berlalu. Dari awalnya masih bisa berjalan walaupun dengan bantuan seseorang, kini cuma bisa terbaring sambil menahan rasa sakit.
Pernah suatu hari Ibu memintaku buat panggilin bidan beranak yg bisa merasakan dan memeriksa perut, aku turuti. Bidan itu seorang nenek tua yang telah berpengalaman dalam profesinya, setelah dia memeriksa Ibu, dia mengatakan sesuatu yang membuatku tak bisa menahan air mata.
Saat itu hanya ada ibu dan bidan tersebut, aku berada di luar dan mendengarkan apa yang bidan itu katakan. Ayah dan abangku pergi bekerja, jadi hanya akulah orang yang tau selain mereka. Perkataan bidan tersebut masih bisa ku ingat sampai sekarang...
"Nak... Sabarataan usus parut kam ta tumpuk di bawah parut, kd kawa di apa-apakan lagi. Sisa manunggu Bulik ae lagi, ikam kuat masih kawa batahan sampai ini" (Nak... Semua usus perut kamu menumpuk di perut, ga bisa di apa-apa in lagi. Tinggal menunggu pulang aja lagi, kamu kuat masih bisa bertahan sampai sekarang)
Aku cuma bisa bersandar di sisi lain dinding sambil nangis tanpa suara, pasti sakit banget rasanya, makan hanya bisa sesuatu seperti nasi, ubi, dll yang udah di blender sampai cair.
Setelah bidan itu pulang, ibu memanggilku, beliau cuma bisa bicara dengan pelan, itupun masih terbata, hanya sekedar mengucapkan kata pun aku tau pasti harus menahan sakit. Ibu berkata kalau dia tau bahwa aku pasti mendengar apa yang dikatakan bidan tentangnya tadi, ibu memintaku untuk merahasiakan ini dari ayah dan abangku.
Aku cuma bisa mengiyakan, walaupun aku tau bahwa mungkin, ini adalah suatu hal bodoh yang aku janjikan.
•
Reply