Next.
Masuk ke dalam cerita.
Pas waktu baca chapter 1, jb merasa ada sesuatu yang familiar sama gaya tulisan ken. Memang berbeda dari gaya menulis ken yang biasanya nyastra banget dan sering bikin jb harus baca berulang supaya paham. Tapi buat cerita ini, jb langsung paham sekali baca dan jb suka banget karena ceritanya mengalir dan emosional buat diikutin (mungkin karena pake pov 1 kali ya, entahlah). Jb merasa kayak udah pernah baca gaya menulis yang begini. Tapi jb scroll aja terus sambil baca dan mendalami ceritanya. Dan ternyata di ending notes, ken memang nulis dengan gaya yang berbeda dan pantas saja jb seperti sudah akrab dengan gaya menulis yang seperti itu. Jb juga sering baca novel terjemahan jepang jadi, yah, mungkin itu yang membuat jb merasa familiar.
Soal konflik ceritanya.
Sebenarnya engga ada banyak konflik fisik. Dari keseluruhan cerita, fokus utamanya tentang konflik batin Toshio (sesuai dengan summary, sesudah dan sebelum berjumpa dengan Theo). Konfliknya sederhana, dan mungkin endingnya terkesan menggantung, tapi jb suka gaya menulis ken yang emosional banget, jb mudah mengikuti pergolakan perasaan Toshi, asik banget buat diikutin dan tidak membosankan. Jb rada kaget waktu masuk ke bagian ayah Toshi yang ternyata juga punya gundik. Jadi mikir, ini apa keturunan atau gimana, ehe (abaikan). Endingnya sedikit membuat jb terkejut. Kenapa si Theo tiba-tiba begini? Jb rasanya pengen protes, tapi yah, sebagai pembaca jb ngikut penulisnya aja, hehe. Dan ternyata, sesudah baca sampai tuntas (dan jb ulang-ulang lagi bacanya//maafkan jb yang sudah kecanduan ceritamu, ken), ending seperti itu adalah ending terbaik. Dengan begitu, Toshi bisa menjalani kehidupan dengan normal (di luar) meskipun di dalam masih ada, apa yah, rasa kangen atau sedih atau apalah. Pusing sendiri jb mau mendeskripsikan gimana xD