jadi, dia baru saja selesai berurusan dengan pria di depannya ini. awalnya mata mereka hanya saling bertemu. klise. di depan lapangan basket sekolah. kemudian suatu kebetulan, mereka ternyata tinggal bersebelahan. dan pertemuan-pertemuan kecil mengesankan tak lagi bisa di elakkan.
jadi, dia baru saja mengantarkan makanan untuk tetangga nya ini, kemudian berlanjut pada obrolan ringan; apakah pria itu telah menyelesaikan pr, apa yang sedang ia lakukan hingga membuat keributan, dan tentang bagaimana bisa pria itu tetap terlihat baik-baik saja walaupun dengan kaus oblong dan rambut yang berantakan.
jadi, di detik-detik setelah percakapan itu dirasa akan berakhir, dia hanya tersenyum pada pria di depannya. dia harap senyum itu tak dibalas, karena, jika iya, maka bersiaplah dia untuk kembali merasakan letupan aneh di dalam dadanya.
jadi, dia—pria itu, baru saja membalas senyumnya (persetan dengan rasa hangat yang aneh melebur di sekujur tubuhnya, dia bersyukur bisa melihat senyum pria di depannya ini). lalu, dia pamit. agar hatinya bisa ia netralisir kembali. tak lupa, dia mengucapkan salam.
"Kalau begitu, aku pulang dulu. Assalamualaikum."
dan, dengan sangat sopan serta senyuman simpul, pria itu menjawab.
"Shalom."
salahkah, jika di detik-detik terakhir percakapan mereka,
dengan semua perbedaan ini,
dia dengan lancangnya,
menyadari bahwa baru saja—atau mungkin sudah—jatuh cinta pada seseorang yang berbeda tonggak keyakinannya?
—Faith; sainganku bukan manusia atau ibumu, namun rosario dan arah kiblat. #27518 #Fugacious_series1 #beercherry