Dulu, mata itu penuh ketenangan. Tapi malam ini, ketenangan itu seperti laut tanpa ombak yang menyembunyikan pusaran maut di dasarnya.
"Lepaskan dia," suara Hong terdengar berat, nyaris serak. "Kau bilang menyelamatkannya. Bukan menculik."
Ia tidak langsung menjawab. Ia hanya menunduk sedikit—seolah menghormati, seolah tahu bahwa perintah Hong masih berlaku di dunia yang lama. Lalu dia tersenyum. Bukan sinis, bukan mengejek. Tapi sangat... meyakinkan.
"Aku tidak menculiknya, Yang Mulia. Aku hanya menempatkannya di tempat yang membuatmu berpikir."
Hong mencibir, dingin. "Lo gak berubah. Masih manipulatif."
Orang itu berjalan pelan ke arahnya. Setiap langkahnya seperti buah catur yang sudah disusun sejak lama. Ia duduk di kursi seberang, menyilangkan kaki, lalu menautkan jari-jari tangannya dengan tenang. Tatapannya seperti dosen yang siap menjelaskan teori paling menyakitkan dengan suara paling sabar.
"Nut adalah kunci kamu. Dan kamu... adalah kunci aku."
"Ambil Nut? Boleh."
"Tapi bawa aku ke singgasana. Jadikan aku raja."
Ruangan mendadak terasa lebih sempit. Udara seperti berhenti di antara dinding-dinding kayu. Napas Hong melambat, tapi tidak melemah.
Hong tertawa kecil. Pahit. Sakit.
"Lo gila."
#Kalean wajib baja ini, nga baca ngga diajak jalan jalan ≧∇≦)/