“Hinata!” seru Naruto, tapi Hinata hanya mendengus dan melangkah cepat, tak menghiraukan.
Naruto menatapnya sejenak. “Gara-gara hal kecil seperti itu, kamu bisa tersinggung?”
Hinata tetap diam, semakin mendongkol. Tanpa berpikir, Naruto mendekat, melemparkan botol kosong ke arah Hinata.
Plak! Hinata terkejut, menoleh dengan tatapan tajam. “Naruto!” teriaknya, wajahnya merah padam.
Naruto bersiul santai, tangan masuk ke dalam saku jaket. “Ups, maaf. Kamu berjalan terlalu pelan, jadi aku pikir kamu butuh sedikit dorongan,” ujarnya sembari tersenyum.
Hinata tetap melangkah cepat, tidak peduli dengan kata-kata Naruto. Namun, tiba-tiba, ia tersenyum miring, melihat sesuatu yang menarik di tanah. Dengan cepat, ia meraihnya, lalu menghampiri Naruto dengan senyum penuh tantangan.
“Dekatlah, Naruto,” kata Hinata manis.
Naruto, yang khawatir, mengangkat tangannya dan menyentuh dahi Hinata. “Kamu baik-baik saja? Jangan bilang otakmu bergerak gara-gara botol itu,” ujarnya cemas.
Hinata hanya tersenyum lebar. “Dekatlah sedikit, Naruto.”
Ragu, Naruto mendekat, wajah mereka hampir sejajar. Tanpa diduga, Hinata dengan cepat mengecup bibirnya.
Naruto terkejut, mulutnya terbuka sedikit. “H-Hinata...?” katanya terbata-bata.
Hinata tetap tersenyum. “Tutup mata, Naruto,” bisiknya lembut.
Naruto yang bingung, akhirnya menutup matanya. Jantungnya berdebar, menunggu apa yang akan terjadi.
Namun, yang ia rasakan bukan ciuman manis. Sesuatu yang basah dan kasar menempel di bibirnya, membuatnya langsung terkejut.
Teriakan Hinata terdengar di kejauhan. “Naruto!!!” Suara itu semakin menjauh, dan Hinata berlari pergi.
Naruto membuka matanya perlahan, menatap ke bawah. Wajahnya berubah pucat, matanya membulat. “KECOA?!” teriaknya panik. “HINATAAAAA!”