dominicuan
Brandon Sanderson pernah bilang kalo menerima feedback atau komentar dan menerapkannya ke tulisan kita adalah kemampuan terpisah dari kemampuan menulis. Feedback ato komentar adalah bagian penting dari proses belajar menulis, tapi gak semuanya perlu diterapkan ke cerita kita. There's a caveat. Ketika dia ngomongin feedback ato komentar, dia lagi bicarain masukkan dari pembaca ato critic partner. Komentar yang diterima dari pembaca ato critic partner biasanya bersifat deskriptif; menceritakan pengalaman membaca mereka. Subjektivitas lebih kental di komentar semacam ini, sehingga sangat riskan untuk langsung menerapkan feedback tanpa mempertimbangkan cerita yang ingin kita sampaikan. Dengan editor, feedback yang diberikan sifatnya preskriptif; mencoba menganalisa tulisan, menemukan kekurangan, dan mengembangkan strategi untuk memperbaiki dan/ato menguatkan naskah. Meski kedengarannya kita harus menerapkan masukkan editor, tetep mereka gak bisa memaksakan kehendaknya ke penulis. Penulis, pada prinsipnya, punya kendali penuh atas ceritanya. Butuh kemampuan untuk tau masukkan mana yang sejalan dengan visi kita dan bagaimana mengeksekusinya tanpa mengorbankan visi cerita! Kalo kalian sendiri yang lagi nulis, komentar ato feedback apa yang menurut kalian paling membantu proses kalian? Seperti apa komentarnya? Kenapa itu membantu kalian? Gw suka iri ketika ngeliat cerita yang rame dengan komentar karena ada banyak peluang belajar di sana. Mungkin gw akan ketinggalan jauh dengan penulis lain karena kehilangan kesempatan itu, tapi setidaknya gw pengen belajar dari kalian yang udah punya pengalaman menerima feedback dan mengaplikasikannya ke cerita kalian. So, kindly share your experience with me and for everyone! Gw yakin ada banyak yang pengen mendengar insight yang kalian bagikan :D
dominicuan
@Hedj__ Gw akuin, itu juga yang jadi culture shock gw saat pertama kali bergabung di sini. Selama ini gw mengira kalo semua penulis ingin mendapat komentar atau masukkan yang konstruktif, khusus soal struktur dan elemen krusial dalam cerita. Ternyata dugaan gw sangat salah, bahkan ketika penulisnya terbuka menerima komentar. Tantangannya adalah di perbedaan perspektif, apalagi ketika kita berurusan dengan sesama penulis yang mungkin punya visi dan goals yang berbeda untuk tulisannya. Vote ato komentar asal bisa jadi lebih dari cukup bagi sebagian orang; sebagian lebih terbuka dengan kritik, tapi kita gak tau sejauh mana yang bisa diterima. Lagi-lagi, seperti pengalaman lu, ada kekhawatiran kalo yang kita sampaikan justru dianggap "serangan" oleh penulis bersangkutan. Berkaca dari balasan @CyberneticWanderer, kayaknya ini fenomena yang lazim ditemuin juga di penulis lain. Kalo dipikir wajar juga karena dalam berseni, kadang sulit melepaskan pembuat karya dari karyanya, baik saat kita memberi pandangan maupun saat kita yang menerimanya. Makasih banyak atas ucapan positifnya! Gw cuma ingin menjadi lebih dari sekadar penulis, tapi juga ruang aman buat siapa aja yang berada di perjalanan yang sama dengan gw. It ain't much, especially for someone fresh off the boat like me, but hey at least it's something. Buat yang belum tau, Hedj ini adalah bagian dari komunitas menulis Black Pandora Club (BPC), salah satu komunitas yang aktif di WP. Kalian yang pengen belajar dan berinteraksi dengan sesama penulis bisa banget gabung. Setau gw ada banyak cabang untuk masing-masing genre, bahkan buat fanfiction! Kalo penasaran, bisa kunjungin profilnya di @Blackpandora_Club. Mereka sering membuka pendaftaran anggota baru secara berkala, so if y'all interested, give the profile a visit!
•
Reply
CyberneticWanderer
@Hedj__ sama kita bang (●'◡'●) dan aku gak ngomong asal- ini beneran realita yang terjadi di sisiku juga.
•
Reply
Hedj__
@dominicuan "... sama kayak nunggu Antartika kembali jadi padang rumput!" wk. Tentang apakah kita bisa bilang kalau memberi dan menerima feedback adalah dua kemampuan yang berbeda, menurut saya, mungkin jawabannya lebih kompleks dari yang saya pikir. Kesalahpahaman bisa timbul, bukan karena substansi kontennya, tetapi perspektif tiap orang dalam "memberi dan menerima" feedback bisa saja berbeda. Ada yang puas dengan satu 'bintang'; ada yang bahagia dibanjiri spam kolom komentarnya (meski ngga relevan sekalipun); dan ada pula yang sangat apresiatif jika feedback tersebut kritis dan benar-benar membangun. Di sisi lain, ketika kegiatan saling feedback ini mulai menyebabkan "si Pemberi" mulai overwhelmed dengan subyek feedback, terutama yang bukan seleranya, ini bisa mengarah ke "kesalahpahaman" yang dimaksud. Agak sulit dijelaskan, tetapi fenomena itu ada. Saya sendiri termasuk "yang pasrah" menerima, bentuk apapun itu. Mulai dari komentar asal-asalan, hingga kritik pedas yang mencecar ketidaksesuaian aturan kepenulisan, plot hole, info dump, dan lain-lain. Karena itu semua sangat berguna bagi saya pribadi dalam memahami sudut pandang pembaca, mengevaluasi target audiens, eksekusi cerita, kedalaman tema, writing style, tone dan vibe yang mereka rasakan sebagai pengalaman membaca. Di sisi lain, saya juga merasa bersalah ketika memberikan feedback tidak yang setara, sangat-sangat bersalah. Dan saya sangat khawatir itu bisa memicu "kesalahpahaman" di kedua belah pihak. Atas asas saling menghormati, opsi ini, sebisa mungkin akan saya hindari agar tidak terulang. Jadi, itulah alasannya saya lebih menyukai opsi nomor empat ketimbang lainnya, mekipun pilihan itu datang dengan konsekuensi terberat. Saya sangat mengagumi semangatmu dalam membangun komunitas yang positif, Kawan. Platform ini, butuh lebih banyak penulis sepertimu. Sehat-sehatlah selalu! Pada dasarnya tidak ada yang benar atau salah. Semua bergantung dari pilihan yang diambil. Salam hangat, —Hedj
•
Reply