dengar perkataan dari perempuan yang kania tebak adalah ketua klub, kania ngangguk singkat. “emm, saya—”
“lo-gue aja gak apa apa.” celetuk salah satu dari mereka. kania ngangguk lagi, agak canggung sekarang.
“gue kania, kania niranjani. kelas sepuluh iis tiga, masuk sini karena diminta sama bu husna.” sebenernya dia enggak perlu kasih tau alasan kenapa bisa terdampar di klub teater, tapi kania rasa perkenalan sebatas nama sama kelas kerasa garing banget. dalam hati kania misah-misuh, kenalan begini aja gugup bukan main apalagi nanti disuruh pentas drama. emang nggak ada bakat dia tuh.
wisnu yang duduk di sebelahnya cuma senyum tipis, tapi ganteng, mirip kokoh kokoh glodok yang jualan jam tangan. “gue wisnu, kelas sebelas mipa dua. jabatan gue jadi admin grup whatsapp.”
perkenalan dilanjut. ada jeje, anak kelas sepuluh mipa satu, kelas yang terkenal sama bibit unggulnya. terus ada kak johan, seniornya ini kelas sebelas mipa dua, sekelas sama kak wisnu. terus ada kak vanessa, si ketua klub teater—tapi anggota yang lain lebih sering panggil dia cici karena mukanya ada cina cinanya, ya emang keturunan cina surabaya sih. terus ada kak reihan, kelas dua belas seangkatan sama ci vanes. ada bimo yang sekelas sama jeje. ada kak dita yang jadi sekertaris. yang terakhir ada kak safira sama kak andra, tapi mereka berdua kabarnya terlambat hadir karena ada kerja kelompok.
“udah kan? nah sekarang aku mau tau dong, tv series kesukaan kamu apa?”
#2.4