heiraeth

pertanyaan ci vanesa bikin kania diem, rasa rasanya pertanyaan tersebut enggak pernah terlintas dikepala kania buat jadi pertanyaan pembuka pas masuk klub teater. “eh, anu,” kata kania, serupa gumaman waktu si perempuan sibuk otak atik hapenya, ngeliat list tv series yang pernah dia tonton. “teen wolf sih kak, tapi sex edu enggak kalah bagus.” 
          	
          	mereka semua langsung rame. kania bingung sendiri ngeliat beberapa seniornya ngerogoh saku celana buat keluarin duit. “haha! makan noh 13 reason why!” ujar kak johan semangat. 
          	
          	baru setelahnya kania paham, jawabannya perihal tv series dijadiin bahan taruhan. 
          	 #2.5

heiraeth

pertanyaan ci vanesa bikin kania diem, rasa rasanya pertanyaan tersebut enggak pernah terlintas dikepala kania buat jadi pertanyaan pembuka pas masuk klub teater. “eh, anu,” kata kania, serupa gumaman waktu si perempuan sibuk otak atik hapenya, ngeliat list tv series yang pernah dia tonton. “teen wolf sih kak, tapi sex edu enggak kalah bagus.” 
          
          mereka semua langsung rame. kania bingung sendiri ngeliat beberapa seniornya ngerogoh saku celana buat keluarin duit. “haha! makan noh 13 reason why!” ujar kak johan semangat. 
          
          baru setelahnya kania paham, jawabannya perihal tv series dijadiin bahan taruhan. 
           #2.5

heiraeth

dengar perkataan dari perempuan yang kania tebak adalah ketua klub, kania ngangguk singkat. “emm, saya—”
          
          “lo-gue aja gak apa apa.” celetuk salah satu dari mereka. kania ngangguk lagi, agak canggung sekarang. 
          
          “gue kania, kania niranjani. kelas sepuluh iis tiga, masuk sini karena diminta sama bu husna.” sebenernya dia enggak perlu kasih tau alasan kenapa bisa terdampar di klub teater, tapi kania rasa perkenalan sebatas nama sama kelas kerasa garing banget. dalam hati kania misah-misuh, kenalan begini aja gugup bukan main apalagi nanti disuruh pentas drama. emang nggak ada bakat dia tuh. 
          
          wisnu yang duduk di sebelahnya cuma senyum tipis, tapi ganteng, mirip kokoh kokoh glodok yang jualan jam tangan. “gue wisnu, kelas sebelas mipa dua. jabatan gue jadi admin grup whatsapp.”
          
          perkenalan dilanjut. ada jeje, anak kelas sepuluh mipa satu, kelas yang terkenal sama bibit unggulnya. terus ada kak johan, seniornya ini kelas sebelas mipa dua, sekelas sama kak wisnu. terus ada kak vanessa, si ketua klub teater—tapi anggota yang lain lebih sering panggil dia cici karena mukanya ada cina cinanya, ya emang keturunan cina surabaya sih. terus ada kak reihan, kelas dua belas seangkatan sama ci vanes. ada bimo yang sekelas sama jeje. ada kak dita yang jadi sekertaris. yang terakhir ada kak safira sama kak andra, tapi mereka berdua kabarnya terlambat hadir karena ada kerja kelompok. 
          
          “udah kan? nah sekarang aku mau tau dong, tv series kesukaan kamu apa?” 
           #2.4

heiraeth

          “kak wisnu!” seruan itu datang dari perempuan pendek yang rambut hitamnya sebahu. kania naikin alisnya samar, rasa-rasanya dia pernah liat perempuan ini sebelumnya. 
          
          wisnu ketawa pelan, ngehampirin si perempuan terus duduk di sebelahnya. “yang lain mana yan?” 
          
          kania masih berdiri di ambang pintu, mirip sama orang linglung yang salah jalan. matanya mengerjap lamat, memandang lurus ke arah tumpukan kursi di belakang ruangan. 
          
          “ni?” ujar wisnu. 
          
          “...ya kak?” tadi—perempuan tadi manggil wisnu pake sebutan kak, otomatis wisnu itu kakak kelasnya. 
          
          wisnu ketawa, lagi. kayaknya laki-laki itu sadar kalau dia ganteng pas lagi ketawa kecil kayak tadi. “sini.” wisnu nepuk-nepuk petak ubin di sebelahnya. 
          
          “ini kania?” tanya si perempuan dengan rambut sebahu, ngeliatin kania pake tatapan ingin tau, seolah kania makhluk luar angkasa. ini jelas bukan karena outfitnya yang kayak orang mau ngelayat—serba hitam padahal hari lagi panas-panasnya. 
          
          kania ngangguk, ngulurin tangan yang langsung disambut si perempuan sebelum ngomong, “kania niranjani.”
          
          senyum si perempuan terbit, munculin gingsul manisnya dekat sudut bibir. “joe, tapi panggil aja jeje.”
          
          ada kali lima belas menit kania nunggu sebelum seluruh anggota datang. masing-masing dari mereka lebih kelihatan temen main yang lagi kumpul-kumpul daripada anggota klub teater yang lagi ngadain pertemuan. sampai sini kania belum bisa bedain mana seniornya, mana teman angkatannya. 
          
          “karena kita kedatangan anggota baru, jadi ada baiknya kalo kita kenalan ulang. yuk dimulai dari kamu.”
           #2.3

heiraeth

ini kali pertama kania datang ke sekolah pas akhir pekan. dia enggak punya banyak ekspektasi perihal klub teater yang mulai hari ini bakal jadi klub pertama dan terakhirnya di sma bina bakti. setelah selasa kemarin setuju atas usul ibu husna, malamnya kania udah diinvite masuk grup chat klub teater. anggotanya cuma ada 9, dua orang senior kelas xii, empat orang senior kelas xi, sama tiga orang teman seangkatannya. 
          
          lamunan kania buyar begitu ngerasain tepukan di bahu kirinya. “kania?” tanya si pelaku begitu kania noleh ke kiri, mereka sekarang jalan beriringan.  
          
          “iya. lo?”
          
          “wisnu.” kata wisnu sambil senyum. kania penasaran apa senyum laki-laki itu sebelumnya ditaburin sakarin, soalnya manis banget. 
          
          balas pake senyum sekenanya, kania ngangguk singkat. “oke deh, salam kenal ya.”
          
          setelah wisnu balas pake anggukkan kepala, enggak ada lagi dari mereka yang bersuara. kania sendiri enggak jago bersosialisasi, lebih kearah males sebenernya. 
          
          ruang klub teater ada dibagian paling belakang, tempat paling nggak strategis yang ada di bangunan sekolah. kania sih wajar kalau-kalau banyak yang kurang minat sama teater, dibanding klub seni tari atau karate yang anggotanya sama sedikitnya, klub teater jauh lebih memprihatinkan. 
           #2.2

heiraeth

dulu, waktu wali kelasnya kasih lembaran kertas untuk diisi ekstrakulikuler sesuai minat bakat, kania milih jadiin lembar kertas itu sebagai coret-coretan untuk kelas matematika. dia sama sekali enggak ada pikiran buat ikut kegiatan ekstra apapun. belajar dari senin sampai jum'at aja udah kelewat capek, kania pikir bakal lebih efektif kalau akhir pekan dia isi sama kegiatan rebahan, hitung-hitung charger ulang tenaga. 
          
          tapi sialnya satu bulan sebelum ujian kenaikan kelas, wali kelasnya minta ketemu secara pribadi. jadi lah sewaktu jam istirahat kedua kania ngelangkah masuk ruang guru.  
          
          “ibu langsung ke intinya aja, ya, nak.” kata ibu husna pas kania udah duduk di hadapannya. “nilai kamu bagus, keaktifan kamu di kelas cukup bagus, tapi sayangnya nilai untuk ekstrakulikuler kamu enggak ada. ibu takut hal ini bisa jadi pengaruh untuk nilai kamu. jadi karena kebetulan klub teater juga kekurangan anggota, kamu ibu daftarkan disana kemarin. nggak apa-apa kan?”
          
          penjelasan wali kelasnya bikin kening kania berkerut. ibu husna memang terkenal karena peduli sama anak didiknya, tapi kania enggak tau kalau sampai sebegininya. dia mau nolak, tapi raut wajah penuh harap ibu husna bikin kania enggak tega. karena memang dia enggak punya kegiatan penting dan pertemuan klub enggak bakal makan waktu seharian, jadi kania ngangguk. 
          
          “iya bu, enggak masalah.”
           #2

heiraeth

“oke! kerja bagus semuanya!” seruan Bimo dari arah belakang bikin semua orang dalam ruangan itu mengesah nafas lega. Setelah hampir enam jam mereka latihan akhirnya Bimo, ketua klub teater yang terkenal super perfeksionis, mengakhiri latihan hari ini. 
          
          Pertunjukkan akhir tahun nanti bakal jadi pertunjukkan terakhir bagi siswa kelas dua belas. Kania ngambil sebotol air mineral sebelum minum isinya sampai sisa setengah. Dari sudut matanya, Kania bisa ngelihat Bimo berjalan mendekat sambil bawa handuk good morning. 
          
          “capek ya?” tanya laki-laki itu. Kania ketawa pelan sambil nutup botol minumnya, ngeraih handuk yang Bimo bawa untuk ngelap keringat disekitar kening. 
          
          “menurut lo aja gimana,” jawab Kania. Beberapa anggota lain udah mulai ninggalin ruangan setelah beberes. “sekarang jam berapa?” 
          
          “setengah enam.” kata Bimo setelah ngelihat jam tangan, “mau balik? balik bareng gue yuk.” 
          
          Sambil nyampirin tali tas, Kania ngegeleng. “nggak,” jawabnya cepet. “balik duluan ya bim, see you.” 
           #1

heiraeth

“I’m sorry it’s so hard for me to believe that you actually like me.”
          
          Perkataan laki-laki itu sama sekali enggak masuk logika. Cuma orang dungu yang nggak tau kalau Tara suka sama Wisnu—yang dengan berat hati ternyata orang dungunya adalah Wisnu sendiri. Mungkin Wisnu jujur, laki-laki kan memang suka nggak peka, tapi tatapan laki-laki itu enggak bisa bohong. 
          
          “Nggak apa, Kak, kalo lo mau nolak gue. Toh gue ngomong begini bukan karena gue mau nuntut buat jadi pacar lo atau gimana, tapi cuma biar lega aja.”