Maka malam mulai kembali menjemput masa lalu kita yang kian terhapus dari ingatan. Ketika ku sedari dari mimpi malam yang terisi kekosongan, jiwa yang resah dan gelisah menunggu kepulangan mu, ternyata malam ini langit menyimbah air hujan mendinginkan suasana kegelapan cakerawala bersamamu.
Pintu kamar yang tertutup sebagian ku tarik tombol pintu perlahan dan menjenguk sorotan matà ke luar disaat menyedari susuk tubuh mu tiada di ranjang.
Mata mu redup, wajah mu terlihat lelah, badan yang sedikit basah dek air mandi dan rambut yang kurang rapi. Tangan yang sedang sibuk memegang telefon dan mata yang menahan mengantuk.
"Kakanda.”
Kau tatapi ku dengan alis yang naik sedikit. Segera meletakkan telefon mu tanpa terlepas pandang dari wajah ku jelas tertunjuk kau menghormati isterimu. Lalu kau mendepakan kedua-dua tanganmu lalu berkata, "Sini, kemari, adinda sayang.”
"Apa dahinya masih panas? Kanda harap adinda sudah minum obat. Biar cepat sihat, sayang. Kanda kawatir adinda kenapa-kenapa dirumah nanti.”
"Adinda sudah minum, makanya tertidur. Kanda sud-”
"Sudah, sayang. Kanda sudah basuh kaki, siram kepala dengan air, gosok gigi, cuci muka dan.. beli mam buat adinda.”
"Eh, benar? Kanda beli mam-kah?”
"Haah, adinda, kanda tunggu adinda bangun jam segini eh ternyata beneran bangun. Alhamdulillah kanda senang, bisa mam dengan adinda dan Piyan di dalam perut ibu.”