Dear diary. Aku mau cerita. Udah satu Minggu terlewati sejak kakakku kambuh dari skizofrenia waham agama...
Aku bingung dan lelah. Bukan karena aku ga ikhlas ngerawat kakakku. Tapi aku kalut dan ga bisa mikir karena waktu itu lagi ada di kota rantau.
Salahku karena ngebiarin kakakku putus obat waktu itu, karena aku sendiri kurang edukasi tentang obat psikotik.
Sekarang aku yang harus nanggung semua ini, dan berakhir ga bisa menemani kakakku lagi.
Sedih? Jelas. Marah? Banget. Apalagi orang tua kurang kooperatif buat mengasuh kakakku. Mereka juga ga terlalu peduli sama masalah pengobatan karena udah ngandelin aku.
Sekarang, di saat aku ga bisa ada buat kakakku, aku jadi bingung nyerahin kewajiban check up rutin ini ke siapa. Malah aku diminta jangan balik ke kota perantauan dulu buat bantu ngurusin kakakku.
Sumpah, aku pengen marah. Aku tahu aku punya kewajiban juga. Tapi orang tua kan yang paling bertanggung jawab tentang kondisi anaknya.
Kalau bisa, bakal aku bantu. Tapi situasinya nggak memungkinkan. Aku berharap bisa ada buat kakakku, tapi dengan aku bekerja dan ngumpulin uang, bukankah berarti aku bisa mempercepat waktu buat memperkaya dan memperkuat diri supaya bisa merawat kakakku nantinya?
Orang-orang nggak paham dan cuma pengen aku menanggung semuanya, tanpa sadar itu bisa membuatku dan kakakku hancur bersama-sama.
Setidaknya ada aku yang masih bisa bertanggung jawab, bukan? Aku udah capek dengerin pendapat orang lain, nurutin kemauan orang lain. Di saat aku punya pendapat sendiri, ga didengar, ditolak mentah-mentah.
Sekarang, aku mau pakai caraku sendiri. Kita lihat nanti apa caraku akan membawaku ke solusi terbaik atau nggak. Kalau hal-hal yang baik selalu terjadi, berarti tolong hargai keputusanku mulai sekarang.
Aku akan tunjukkan kalau aku juga bisa pakai caraku sendiri.