Ternyata menghabiskan jam kosong di siang yang terik tak begitu buruk. Ku tersenyum simpul sembari memejam terbaring beralaskan rerumputan segar. Ah, siapapun itu aku sangat berterima kasih pada orang yang menanam dan merawat pohon mangga di kebun belakang sekolah ini.
Begitu nyaman, angin lembut menggelitik permukaan kulit. Kudengar hanya suara gemerisik dedaunan diatas yang menciptakan nada absurd yang anehnya membuatku mengantuk. Sebelum lelap sepenuhnya menguasai kesadaranku, aku menyadari Neon telah terlelap tak jauh dari tempatku berbaring. Ya, si pelaku yang bertanggung jawab membuatku membolos di jam kosong. Tanpa kusadari tubuhku mendekat padanya. Aneh, sikapnya bahkan seratus delapan puluh derajat dengan penampilannya. Seharusnya dia memanfaatkan kelebihannya untuk menjadi popular. Tanpa sadar aku telah memperhatikan wajah damainya. Meniti setiap lekuk kesempurnaan yang terukir di wajahnya. Ketika khayalanku entah sudah sampai lapisan langit ke berapa Neon tiba-tiba membuka matanya, membuatku sedikit terlonjak. Dia mendapatiku membuai rambut silvernya yang lembut.
"Masih belum terbiasa ya?" Tanyanya datar dengan suara serak.
"Rambutmu indah, lembut, berkilau dan mempesona." Ujarku jujur.
"Jadi kau hanya suka rambutku?" Mataku membulat ketika Neon menangkap jemariku yang masih bertengger di helaian rambutnya.