@sangpenorehtintaemas
@sebeningmutiara.sr12
Menulis untuk belajar.
Menulis, ibarat menuang air di teko ke dalam gelas. Apalah guna menuang teko tanpa isi? Begitulah pula, apalah guna menulis tanpa makna? Tanpa ilmu? Yang justru hanyalah menyesatkan manusia. Belajar dan belajar, untuk menyuguhkan air penghilang dahaga.
Tapi, aku hanyalah pemula, jika untuk mengawalinya harus menunggu sempurna, apakah tak pantas bagiku menulis? Bukan. Bukan demikian. Justru menulis itu memaksa diri untuk belajar. Belajar dan terus belajar. Mau menerima koreksi. Karena apa yang kita tulis, memang sesuatu yang harus bisa dipertanggungjawabkan. Sesuatu yang layak untuk diperjuangkan, dan sesuatu yang layak untuk menjadi bekal di hari orang-orang sangat membutuhkan bekal untuk selamat di hari pertanggungjawaban.
Menulis melembutkan hati. Ungkap semua keluh, kesah, lalu, sadari kelemahan diri. Aku tahu, terkadang, memaafkan itu membutuhkan waktu. Justru dengan menulis, kita bisa menenangkan diri, menghilangkan ego sedikit demi sedikit, dan mengambil kembali peran akal sehat, hingga hati telah memaafkan dan menghilangkan luka.
Kemarahan, ketika dilampiaskan, akan melukai orang lain. Namun, ketika dipendam, hanya akan melukai diri. Lapangkanlah, maafkanlah, dan mohonkanlah ampunan Allah untuk yang telah membuatmu bersedih. Dan doakanlah kebaikan untuknya. Agar jiwamu dipenuhi ketenangan. Apa yang telah terjadi, jadikan saja sebagai pelajaran, agar kesalahan sama tak terulang kembali. Namun, tetaplah merelakan kesalahan orang lain.
Menulislah, bagaimana engkau meninggalkan menulis, sementara Allah telah bersumpah dengan nama pena? Nun. Wal qolami wa maa yasthuruun.
Nun. Demi pena dan apa yang dituliskan manusia dan malaikat (kitab catatan amal).
Wallaahu a'lam.
- JoinedMarch 29, 2018
- facebook: 's Facebook profile
Sign up to join the largest storytelling community
or