Ia sudah berteman akrab dengan rasa sakit. Entah itu rasa sakit fisik maupun perasaan.
Ia sudah terbiasa mengalah hingga ia lupa bagaimana menjadi egois.
Ia sudah terlatih sendirian, berdiri dengan kedua kakinya sendiri hingga ia terkadang lupa bagaimana memiliki seseorang sebagai pelindung.
Ia sudah terlalu pandai menutupi kesedihannya, kehancurannya, kekecewaannya hingga ia lupa bagaimana ia harus terbuka pada orang lain.
Ia sudah terlampau sering berusaha membuat orang yang ia sayangi bahagia tanpa peduli apakah ia sendiri berbahagia.
Ia sudah terbiasa dinomor sekiankan, hingga lupa bagaimana rasanya menjadi prioritas.
Hingga dua orang itu datang dan menjadi tempatnya bersandar, wadahnya untuk menjadi egois, menjadi prioritas dan rumah baginya untuk berbahagia bagi dirinya sendiri. Semua berjalan begitu indah sampai suatu saat, perasaan bernama cinta itu tertanam tanpa ia sadar pada salah satu dari mereka. Dan di sanalah ia kembali menyembunyikan semuanya, menutup dirinya rapat-rapat dalam lingkarang benteng tak tertembus.
Ia kembali menangis dalam diam
Ia kembali berteman dengan rasa sakit
Ia kembali berusaha membahagiakan tanpa merasa terbahagiakan
Ia kembali menomor satukan tanpa menjadi prioritas
Di buat nggak nih?
Eh tapi ...........