Alretha ; 02

5 0 0
                                    

Pagi hari di hari minggu, seharusnya orang-orang masih melanjutkan tidurnya mengingat jam masih menunjukkan pukul 7 pagi.

Namun berbeda dengan gadis yang sedang duduk di depan meja rias, mengikat indah rambutnya. Dia sudah memakai dress cantik berwarna kuning cerah, sangat cocok dengan kulitnya yang putih bersih. Gadis itu adalah Rethania.

"Nah selesai," ucap gadis itu setelah memoles sedikit bedak di wajahnya. Ia menoleh ke pintu kamarnya yang di ketuk kencang-kencang dari depan.

Retha bangkit berdiri untuk membuka pintu kamarnya, namun langkahnya terhenti saat ponselnya berdering. Ia memilih untuk mengangkat telpon tersebut, daripada membuka pintu dan menghadapi adiknya yang bawel.

Setelah mengangkat telpon, dirinya beralih membuka pintu karena ketukan itu berubah menjadi gedoran yang kencang. Retha melotot ke arah Renatha yang sama sudah siap dengan dress warna merahnya. Jari telunjuknya dia letakkan didepan bibir, agar adiknya yang siap menyemprotnya dengan suaranya yang cempreng itu terdiam.

"Oke oke. Bye, Nath, sampai ketemu di cafe." ucap Retha memutus panggilan tersebut. Dia mendengus kesal setelah menatap adiknya itu yang sedang bersidekap dada.

"Lama lo, itu Kak Alfino nungguin di ruang tamu." semprot Renatha langsung sambil memutar bola matanya menatap kakaknya kesal.

Retha menganggukkan kepalanya, dan mengambil tas di atas meja rias. Ia menutup pintunya dan menguncinya, takut adiknya itu masuk ke dalam kamarnya saat dia pergi nanti, walaupun nanti keduanya akan sama-sama pergi.

Saat ia akan berlalu dari sana, tangannya di tahan oleh Renatha. Ia menoleh, menatap adiknya dengan sebelah alis terangkat.

"Ce," panggilnya yang dibalas dehaman oleh Retha. Sebutan 'ce' atau 'cece' itu sudah biasa dalam keluarganya yang bertujuan untuk memanggil kakak perempuan.

Retha melepaskan tangan Renatha yang menahannya tadi, melihat adiknya yang tidak ingin membuka suaranya, ia memilih untuk beranjak menghampiri Alfino yang sedang menunggunya.

"Ce, bukannya Fani lagi deket sama Kak Fino ya?" tanya Renatha membuat langkah Retha terhenti. Retha membalikkan badannya, ia menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan adiknya itu.

"Terus kenapa lo deket sama kak Fino?" Renatha menyipitkan matanya sambil menunjuk-nunjuk ke arahnya. "Jangan makan temen sendiri lo!"

Retha yang di tuduh seperti itu, merasa tidak terima. Tangannya yang tadi bersidekap dada langsung terlepas dan maju satu langkah. "Jaga mulut lo, Nat!" sentak Retha menatap marah adiknya itu. Bisa-bisanya dia mengatakan hal tersebut.

"Terus kenapa kak Fino dateng ke sini? Dia bilang mau ke Gereja bareng lo!" balas Renatha

Tiba-tiba seorang lelaki keluar dari ruangan yang ada di sebrang kamar Retha, lelaki itu juga sudah siap dengan kemeja santainya.

"Mau ke Gereja masa berantem sih?" cowok itu membuka suara setelah berada di hadapan kedua adiknya. Dia mengacak-acak rambut coklat sepundaknya Renatha, lalu merentangkan sebelah tangannya ke arah Retha. Menyuruhnya untuk mendekat.

Retha berjalan mendekati kakak dan adiknya, lalu memeluk lelaki tinggi tersebut. "Kangen, Bang Gion pulang gak bilang-bilang!"

"Lebay," cibir Renatha seraya memutar bola matanya.

Retha melotot ke arah Renatha, dia pun membalas komentar tersebut tanpa suara "berisik lo!"

Renatha memeletkan lidahnya, meledek kakaknya itu. "Udah sana ah, kak Fino udah nungguin lo dari tadi tuh." usir Renatha mendorong Retha hingga pelukannya dengan Gion terlepas.

Retha berdecak, "awas lo," memberi peringatan pada adiknya itu. Ia berjalan menuju ruang tamu, dimana Alfino sudah menunggunya.

"Al, yuk berangkat." Retha berdiri di hadapan cowok yang memakai sweater rajut warna hitam.

Alfino memperhatikan penampilan gadis di hadapannya, gadis itu memang mengenakan pakaian tanpa lengan dengan warna cerah, namun itu malah terlihat cocok untuk warna kulitnya yang putih.

"Al, ayok! Malah bengong lagi, nanti telat."

-Alretha-

"Fan, harusnya lo gak percaya gitu aja dong sama Retha." ucap seseorang kepada seorang gadis yang tengah duduk santai sambil meminum Vanilla Latte miliknya.

Gadis itu menatap temannya jengah, "lo udah ngomong itu 5 kali hari ini." ucap gadis bernama Fani tersebut dengan jengkel. "Lagian emangnya kenapa sih, Ran? Dia juga temen lo, temen kita. Kok lo curigaan gini sih sama dia?" heran Fani menatap temannya itu.

"Gue bukan curigaan sama dia, sekarang lo pikir deh. Retha sama Fino satu agama. Kalo semisalnya, Fino lebih milih Retha gimana?"

Fani terdiam mendengar penjelasan Raneva, sebenarnya ada benarnya juga ucapan temannya itu.

"Intinya lo harus hati-hati sama Retha, dia bisa buat Fino beralih ke dia kalo lo lengah."

-Alretha-

Setelah selesai ibadah, Retha berjalan menuju Cafe yang dekat Gereja. Sebelumnya gadis itu sudah meminta untuk Alfino pulang terlebih dahulu karena dirinya ada urusan. Dia akan menemui Nathan, teman kampusnya yang memintanya untuk bertemu.

Saat masuk ke dalam cafe, ia tidak melihat temannya itu. Mungkin belum datang. Retha berjalan menuju kasir untuk memesan minuman.

"Selamat datang, Retha." sapa barista cowok disana yang cukup mengenal dirinya karena terlalu sering datang ke Cafe itu.

"Terima kasih, Revan." balas Retha balas tersenyum pada barista tersebut. "Gue pesen Caramel Macchiato nya 1 ya, sama Cheesecake nya 1."

Barista tersebut mulai mencatat pesanannya, "Caramel Macchiato nya 1, Cheesecake nya 1. Caramel Macchiato nya mau yang small atau medium?"

"Medium aja," jawab Retha tersenyum kembali "oh iya, makan disini, di meja biasa paling ujung."

"Oke, siap" jawab Revan sambil terkekeh pelan, Retha berjalan menuju ke arah meja yang sering di dudukinya.

Setelah duduk, ia mengeluarkan laptop yang sempat di bawanya. Ia akan menyelesaikan beberapa tugas nya sembari menunggu temannya itu datang.

"Pesanan datang," Revan datang dengan nampan yang berisi minuman dan kue kesukaannya. "Silahkan menikmati," seru Revan dan berjalan kembali menuju kasir.

Retha membuka ponselnya, dan langsung menghubungi Nathan.

"Dimana?" tanya Retha langsung saat panggilan itu tersambung.

"Sabar, gue baru keluar dari Gereja."

Retha memutar bola matanya malas, cowok itu banyak alasannya. "Cepetan kesini, lagian tugas apaa- Nathan!" teriaknya kencang saat panggilan di putus sepihak, padahal dia belum selesai bicara. Ia menatap ponselnya marah seakan-akan itu adalah Nathan.

Ingatkan dia untuk mengomeli cowok itu saat datang nanti. Retha mendengus kesal, jarak dari Gereja cowok itu ke cafe ini kan lumayan jauh.

"Kalo gak satu kelompok, satu kelas, satu fakultas, gue gak mau ketemu sama cowok ngaret kek lo!" gumamnya pelan sambil memakan Cheesecake nya.

Story of AlrethaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang