Sore - Double Trouble

553 67 1
                                    

25 Desember, 17.00

“Dazai Sialan! Kenapa kau tak membangunkanku dari tadi?!”

Siang yang tenang telah pergi. Digantikan resahnya senja yang datang tanpa peringatan. Membuat retakan kecil dalam memori natal yang sedang mereka lukiskan hari ini.

Retakan yang tergaris karena kecerobohan dan salah paham. Merubuhkan antusiasme yang mereka sulam sejak hari menjelang.

Saat batas dari seluruh tenaga yang ia punya telah habis, memanggil kantuk yang menguasai tubuhnya. Membuat kedua safirnya perlahan tenggelam dalam rasa lelah.

Si brunette hanya tersenyum maklum. Memindahkan tubuh mungil Chuuya ke tempat yang lebih nyaman.

Selanjutnya, inilah yang terjadi. Pertengkaran kecil yang pecah kala kedua azure itu terbit dan menatap senja yang menyapa di luar sana.

Menyalahkan Dazai yang sekedar mencurahkan perhatian pada tubuh mungilnya yang lelah.

Teriakan kecil menginterupsi. Tubuhnya refleks bangkit dan berlari ke Dapur, menatap segala kekacauan yang ia tinggalkan siang tadi.

Tujuan utamanya adalah oven. Seingatnya ia belum mengangkat loyang terakhir. Dan benar saja. Asap menyeruak dengan bau gosong ketika Chuuya membukanya.

Semuanya hangus. Kue di loyang terakhir. Kue yang ia buat bersama Dazai.

Chuuya mendengus kesal. Tangannya begitu saja melepaskan loyang. Membuat kue diatasnya terjun bebas dan mengotori lantai.

Kakinya kembali melangkah. Bukan, bukan mengambil sapu untuk membersihkan lantai yang dipenuhi remahan kue yang hangus. Melainkan menuju Kulkas.

Mengambil bahan-bahan yang ia butuhkan. Saking banyaknya, ia mengaktifkan Ability miliknya agar pekerjaannya lebih mudah.

Berlalu lalang dalam dapur kesayangannya. Tanpa peduli remahan kue yang ia injak hingga menjadi bubuk yang menjebar ke penjuru dapur.

Bagaimana dengan Dazai? Dia hanya menatap dari ambang pintu. Menatap nanar pada remahan kue yang Chuuya injak tanpa peduli.

Dazai masih ingat bagaimana tawa mereka saat membuatnya. Dazai masih ingat antusiasmenya saat membuat kue-kue itu. Dazai masih mengingat bagaimana senyuman Chuuya saat melihat kue buatannya.

Dazai mengingat semuanya. Semua perasaan dan kesenangannya saat membantu Chuuya menandaskan sisa adonan itu. Dan dengan acuh Chuuya berjalan diatas semua kesenangan dan kerja keras mereka.

Sedikit rasa kecewa mencubit hati Dazai. Namun ia berusaha maklum. Membuang semua sisi negatifnya yang ingin meluap keluar. Menenangkan dirinya setenang mungkin. 

Dazai mengalihkan perhatiannya dengan mengecek semua dekorasi yang ia selesaikan siang tadi. Orang-orang dari Agensi dan Port Mafia akan datang untuk menikmati malam natal bersama.

Mereka akan mulai berdatangan kira-kira pukul 19.00, sesuai yang tertera di undangan.

Seharusnya pekerjaannya saat ini hanya tinggal mengecek dekorasi, menyusun makanan dan minuman, lalu pergi mandi untuk bersiap. Tapi jadwalnya berantakan kini. Chuuya baru mulai memasak makanan.

Untuk saat ini, ia fokus pada masakannya, salah-salah bisa tidak sesuai rasanya.

Waktu hanya tersisa dua jam. Chuuya hanya berdoa supaya tidak ada lagi kekacauan yang terjadi.

Dan omong-omong soal kekacauan, dia jadi ingat Dazai. Dia tidak melihatnya. Setelah terakhir kali maniknya menatap amber miliknya dengan sedikit sinis.

Tapi hatinya belum mau mempedulikan perasaan Dazai. Dirinya kembali berkutat pada pekerjaannya.

﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏❨🍷໋᳝݊ᭂᬺᬻ᬴

Waktu telah menunjukkan pukul 18.30, 30 menit sebelum orang-orang mulai berdatangan. Masalah dapur telah selesai beserta kekacauan didalamnya.

Kini tangannya sibuk mengeluarkan Gelas-gelas dari lemari. Dan dia masih belum melihat Dazai.

Dengan selembar lap bersih, tangannya dengan lembut mengelus permukaan gelas yang berdebu. Menatapnya dengan intens hingga tak ada debu yang tersisa.

Tak lama kemudian, Dazai keluar dari kamar. Dengan baju yang telah berganti dan wangi sabun yang menguar, menarik atensi Chuuya.

Maniknya melirik ke sisi kanan, dimana Dazai berdiri sambil membenarkan posisi bintang yang sebelumnya terlihat miring di puncak pohon natal mereka.

“Dazai, bisa tolong aku ambilkan piring? Di lemari dapur paling atas.”

“Umh, tentu saja.” Jawabnya, lalu berjalan ke dapur untuk mengambil apa yang diminta.

Sesaat Chuuya tertegun, apa hanya perasaannya saja? Apakah Dazai memang bersikap berbeda? Chuuya baru menyadarinya.

Rumah ini terlalu tenang dibandingkan dengan suasana biasanya. Terlebih untuk Dazai, ini terlalu tenang untuk seorang Dazai Osamu.

Samudranya terpaku pada pintu dapur, enggan menoleh barang sedetik pun. Sisa gelas yang masih berdebu terabaikan, kerena Chuuya lebih memilih untuk menetapkan atensinya pada hal lain.

Menunggu Dazai dengan barang yang ia minta ambilkan.

Tidak berselang lama, yang ditunggu pun datang. Dengan piring-piring yang Chuuya minta. Chuuya tersenyum manis, sewajarnya.

Langkah Dazai mendekat tanpa sepatah kata pun. Meletakkan setumpuk piring yang ia bawa didepan Chuuya.

Ariga—“

“—Chuuya, biarkan aku mengurus ini. Mandi dan bersiaplah, orang-orang akan segera datang.”

Dazai memotong, mengakhiri dengan senyuman. Chuuya sendiri hanya menurut, lalu beranjak dari tempatnya.

Mempercayakan sisa pekerjaan pada Dazai, sementara dirinya membersihkan kekacauan pada dirinya.

﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏❨🍷໋᳝݊ᭂᬺᬻ᬴

Suasana kediaman Chuuya dan Dazai kini terasa hangat. Orang-orang dari Agensi dan Port Mafia datang satu persatu memenuhi ruang keluarga dan ruang tamu.

Mereka bercengkrama dan tertawa bersama. Semua orang terlihat bahagia, layaknya teman lama.

Setelah pertempuran terakhir melawan Decay of Angel, memang port Mafia memutuskan untuk gencatan senjata. Melupakan segala konflik yang terjadi di masa lampau, memilih untuk hidup berdampingan dengan damai.

“mm~ Chuuya-kun, masakanmu lumayan juga.” Puji Mori yang sangat menikmati makanannya.

Akutagawa mengangguk disamping kanannya, “Aku akan menyuruh Jinko belajar padamu setelah ini.” kedua sorot datarnya melirik Atsushi yang sweatdrop dengan perkataannya.

Ara~ jangan lupa siapa yang mengajarinya hingga menjadi chef yang handal.” Koyou tersenyum dengan anggun, meminum teh miliknya dengan bangga. Merasa berhasil mendidik anak rasanya.

“Naomi juga ingin belajar memasak rasanya, kau pasti senang kan, Ni-sama~.” Tanizaki hanya menelan ludah saat adiknya seperti biasa berulah.

Semua orang tertawa, tak terkecuali Chuuya. Namun didalam gelak kebahagiaan itu, maniknya malah terpaku pada sosok brunette diseberang sana.

Dazai ikut larut dalam hangatnya pesta natal ini. namun, tak sekalipun ia mendengar ocehan konyol yang biasanya menyinggung Chuuya.

Chuuya menatapnya lekat. Dia yang tengah menceritakan lelucon konyol mengenai Mori yang dia tangkap basah berkencan dengan Fukuzawa.

Ataupun saat dia menjahili Atsushi dengan memberikan saran-saran konyol pada Akutagawa mengenai hubungan mereka. Dari semuanya, tak satupun yang menyinggung ataupun bersangkutan dengannya.

Dan disitulah dia menyadari, ada sesuatu yang janggal dengan si brunette didepannya.

🍷͓ꦿ݉ᐧ𖥨ํ∘̥⃟⸽⃟To be continued...

My Present || SoukokuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang