Rainan

2 2 0
                                    

Okey, kalian penasarankan siapa screet admirrer Laura?

Di sini saya akan bikin kalian lebih penasaran.

Selamat menebak-nebak teman-teman

"Rasanya sakit namun bukan luka yang berdarah"

         Mentari berada di posisi yang tinggi saat ini, membuat siapapun yang berjalan di bawahnya mengeluh karena kulitnya yang mulai menghitam dan keringat yang keluar mampu membuat tubuh mereka lengket serta bau. Namun, seorang gadis masih mau berjalan di bawah teriknya mentari, tak peduli kulitnya akan berubah warna ataupun akan bau badan, ia fokus dengan tujuannya kini. Iya. Sepulang sekolah ia berencana untuk pergi ke toko-toko, warung makan, atau kafe untuk yang mencari pekerjaan. Ia harus sangat berhati-hati ketika berjalan menyusuri jalanan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Ia harus segera mendapatkan pekerjaan agar bisa membeli sebuah kacamata minus. Ia tak mau ketinggalan pelajaran hanya karena tidak fokus melihat apa yang ditulis oleh sang guru. Meski Laura hidup dengan berbagai masalah, tidak membuat dia putus asa akan nasib hidupnya, ia juga memliki cita-cita yang harus ia gapai demi masa depannya untuk keluar dari rumah bak neraka itu.

          Pukul 14 . 30,
sudah setengah jam ia menyusuri jalan dan memasuki setiap tempat yang sekiranya membutuhkan seorang karyawati, tetapi hingga saat ini ia belum menemukan pekerjaan. Sebenarnya ia masih bisa bekerja di kafe tempatnya kemaren bekerja, perasaan tidak enak terhadap bosnya yang membuat ia memilih untuk berhenti dan memilih bekerja di tempat lain. Ketika hendak membeli minuman sebagai penghilang dahaganya, ia bertemu dengan seseorang yang sangat ia kenali.

"Laura" panggil wanita itu.

"Ema?"

"Kamu kenapa tidak masuk kerja hari ini?"

"Kenapa mbak ngak masuk kerja juga hari ini?"

"Iiish Laura, jawab dulu petanyaan mbak!" kesal Emi, sedangkan yang membuat kesal hanya menampilkan cengiran tak bersalahnya.

"Aku udah berhenti kerja di kafe itu, malu sama bosnya, mana aku bikin kesalahan lagi sampai-sampai bikin pelanggan marah-marah" jelasnya panjang lebar.

"Bos ngak marah kok, malahan beliau ingin sekali memarahi pelanggan mulut cabe itu karena sudah bikin ribut di kafenya"

"Tapi tetap saja, aku tidak enak. Aku juga ingin mencari pengalaman di tempat baru".

Sedang asyik mengobrol, terdengar suara dering ponsel milik Laura.

"Bentar ya mbak, aku mau angkat telfon" izinnya yang ditanggapi dengan anggukan oleh mbak Emi. Ia berjalan agak menjauh untuk menerima panggilan telfon dari mamanya, 'tumben mama nelfon aku' pikir Laura.

"Assalamu'alaikum ma, kena-" ucap Laura terpotong oleh perkataan sang mama.

"Kamu cepat pulang!! Masak yang banyak, saya sudah letakan uang di atas meja makan. Bi Inah lagi ngak kerja, jadi kamu harus sudah masak sebelum magrib, awas kalau belum" Laura yang mendengar itu merasa sedih, tak pernahkah ia merasa diperdulikan oleh keluarganya sendiri, dimana keadilan untuknya?

"I..iya ma, aku pulang" setelah mengatakan itu ia langsung mematikan sambungan telfonnya.

"Mbak, aku pulang dulu ya, tadi mama nyuruh aku pulang"

Laura, Senyum dalam SenduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang