Nathania; Sebuah F[rasa] yang Tak Terucap

26 3 4
                                    

     Semilir angin berhembus membawa sebongkah cerita yang mengandung berbagai macam tafsiran emosi, seorang gadis yang kini tengah bertekun dengan buku keagamaannya menghela nafas merasa sedikit bosan karena menunggu teman temannya yang tak kunjung datang.

     Ia meraih ponselnya dan mulai mencari kontak dengan nama Gina. Mengetik beberapa kata, hanya sekedar untuk menyampaikan jika dirinya tengah dilanda bosan karena harus menunggu sendirian di gereja yang masih terbilang sepi ini padahal mereka sudah memiliki janji pada pukul 4 sore ini.

     "Njir ini mah udah 30 menit." Komentarnya setelah melihat empat digit angka diponselnya, lalu kembali menghela nafas sembari bertopang dagu.

     Lama ia terdiam, semilir angin yang dibawa oleh sang hujan sanggup membuatnya menguap mulai merasa kantuk. Hei siapa yang tidak mengantuk dicuaca mendung bertaburkan rintik hujan ini? Seonggok manusia diluar sana mungkin tengah bergelut didalam pulau kapuk mereka dengan bantal dan selimut yang cukup tebal.

     "Masih sore udah nguap aja neng." Intonasi baritone rendah itu mengundang atensinya, membuatnya menoleh lalu detik itu juga memasang wajah datarnya.

     "Lo berdua lama deh, udah 30 menit tau gue nunggu kalian doang." Ketusnya masih sembari bertopang dagu, sepertinya dirinya kini sudah terlalu malas untuk sekedar berdiri.

     "Ya maap Ni, guekan jemput si Nathan dulu." Bagas menjawab sembari mengambil tempat duduk disamping Nathan yang memang sudah duduk dihadapan gadis itu.

     "Lo pasti nih, dandan dulu ya."

     "Gue mandi doang. Bagas aja yang lebay."

     Seperti biasa, pria itu selalu menjawab semaunya. Bahkan Bagas hanya bisa menghela nafas ketika menjadi sasaran empuk dari kesarkasan seorang Nathan, pria satu ini memang sudah tidak bisa dikendalikan. Mau tak mau memang harus mereka yang terbiasa dengan segala perkataan pedasnya.

     "Tch yaudah, ini yang lain? Ansel, Baron sama Vira?" Ucap gadis itu kembali, pasalnya hari yang semakin menggelap ini membuatnya khawatir jika teman temannya itu akan terguyur dinginnya hujan.

     "Dijalan kayanya, lagian gue chat juga gak dibales." Bagas berbicara sembari menodorkan layar ponselnya yang menunjukkan pesan tak terbalasnya.

     PLAY THE SONG🎶

     Nia ber oh ria mendengar itu tidak mau bertanya lebih, setelahnya keadaan menjadi sepi, lebih tepatnya karena mereka yang tengah sibuk dengan ponselnya masing masing. Tak lama terdengar helaan nafas dari gadis itu, sepertinya ia mulai bosan lagi karena Gina yang tidak membalas pesannya. Gadis itu menidurkan kepalanya pada meja, ia benar benar mengantuk karena cuaca yang sangat cocok untuk bergelung dikamar ini.

     Suasana yang benar benar sepi mau tak mau hampir membuatnya terlelap jika saja sebuah suara tidak mengganggu acara tidur kebablasannya.

     "Lo ngantuk?"

     DEG

     Usapan lembut dikepalanya membuatnya mau tak mau sontak membuka matanya, ia terdiam sesaat merasakan otaknya yang kini tengah berproses dengan apa yang terjadi. Lalu didetik selanjutnya gadis itu bangun dan melihat Nathan yang kini tengah memperhatikan dirinya dengan tatapan datar khas pria itu.

     Sesaat ia memutar pandangannya, tidak ada Bagas. Kemana perginya pria itu? Kenapa sekarang hanya tersisa dirinya dengan pria bemulut pedang ini? Tch, seharusnya ia sadar dari awal.

     "Menurut lo? Siapa juga yang gak ngantuk dicuaca adem mendung gini?" Gadis itu menjawab dengan cepat, berusaha menekan debaran yang mulai kembali mengiringi detak jantungnya.

SEBUAH KISAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang