Page 1; Retorika Tersembunyi

33 1 0
                                    

     Pernah mendengar tentang seseorang yang tak memiliki kepercayaan diri? Mereka yang selalu merasa jika dirinya tidak bisa melakukan apa pun selain menangis dan menyalahkan dirinya sendiri, detik dimana mereka hanya ingin menghilang dan tidak mengecewakan siapa pun.

     Bahkan untuk melangkah maju saja mereka tidak berani, terlalu takut akan keputusan yang diambilnya kelak. Apakah itu adalah sebuah keputusan yang benar? Ataukah justru itu yang membuat dirinya menjadi semakin hancur dalam palung keputusasaan. Ketika melihat pandangan orang orang yang merasa kasihan padanya.

     Memuakkan, bahkan menyuarakan rasa sakit yang dialaminya saja mereka tidak mampu. Bagai sebuah retorika tersembunyi dirinya hanya bisa berdiam diri, tidak mengetahui harus memulai dari mana. Melihat orang-orang yang tumbuh dengan baik membuat ia seakan hancur dalam rasa kegagalan yang begitu dalam.

     Berpikir jika saja mereka tidak dilahirkan seperti ini mungkin akan ada yang berubah. Tak berguna, mudah menyerah bahkan sudah menjadi makanan sehari hari bagi mereka walau terkadang mereka sendirilah yang berpikir jika mereka adalah pribadi yang seperti itu.

     Dan di sinilah aku berdiri menjadi salah satu dari pribadi menyedihkan itu, hidup yang kujalani selama ini hanyalah formalitas tanpa mengetahui apa makna dari segala yang telah kulalui. Aku yang bahkan sangat jijik dengan diriku sendiri ini dipaksa untuk tetap melangkah maju oleh keadaan.

     Aku tidak di ijin kan untuk menyerah walaupun sangat ingin. Tidak, lebih tepatnya aku merasa masih memiliki harapan jauh di lubuk hatiku yang paling dalam. Aku tidak ingin menjadi pribadi yang menyedihkan ini lagi, aku ingin berubah. Menjadi sosok kuat yang selama ini kudambakan, bertekad untuk tetap melangkah tanpa paksaan bahkan berlari, jika memungkinkan.

     Hingga akhirnya dia datang, menepuk pundakku kuat ketika sedang asyiknya menikmati mentari yang menyengat disiang hari itu. Hingga ia berbicara dengan kalimatnya yang masih kuingat dengan jelas,

     "Kenapa gak bersemangat gitu?"

     Aku hanya tersenyum, seperti yang biasa kulakukan ketika tidak ada kata yang ingin keluar dari belah bibirku padahal begitu ingin kulepaskan sederet kalimat penuh luka ini, namun sebuah pemikiran bahwa semuanya akan sia sia kembali membuat kata itu tertelan jauh bahkan lebih dalam ke lubuk hatiku.

     "Kau masih muda, kenapa banyak beban pikiran begitu? Tidakkah kau ingin menikmati hidup saja?" Orang itu kembali bersuara, kini mengambil tempat disebelahku.

     "Apa pun pilihan yang telah kau ambil tidaklah salah, semua pilihanmu mau itu baik ataupun buruk tidak ada yang salah karena kau masih bisa mendapat pelajaran dari kedua pilihan tersebut. Ini hanyalah masalah dengan bagaimana kau menghadapi pilihanmu. Apakah kau akan maju atau justru melarikan diri?"

     "..."

     "Jika kau memutuskan untuk melarikan diri, tidak apa-apa. Akan ada saatnya ketika kau menyadari bahwa hidupmu lebih berharga hanya untuk melarikan diri. Kau akan berhenti dan mulai menatap pada masa depan. Kau akan mulai berpikir jika semua hal yang ingin kau dapatkan memerlukan sebuah pengorbanan di dalamnya. Akan ada waktunya ketika kau tersenyum dengan lebar karena telah memutuskan untuk tidak menyerah."

     Orang itu tersenyum kecil kala angin berhembus melewati kami, terlihat jelas jika ia begitu percaya pada apa yang akan kulakukan dengan hidupku. Hatiku mulai goyah, keinginan untuk tetap hidup dan berjuang kembali menggebu.

     "Selama ini aku hidup tanpa mengetahui maknanya, aku terlalu cepat menyerah pada banyak hal dan terlalu menyepelekan banyak hal. Bukankah sudah terlambat untukku mengubah semuanya? Aku sudah terlanjur hidup seperti itu." Diriku mulai bersuara, mengeluarkan segala kegelisahanku yang tak pernah berujung.

     "Tidak ada yang terlambat didunia ini, dengan niatmu yang ingin berubahpun sudah cukup untuk menjadi awal dari segalanya. Dunia kejam, jadilah orang yang kuat untuk bertahan didalamnya. Perubahan karakter itu bisa terjadi bahkan jika kau telah berumur sekalipun, memang tak mudah namun akan terjadi seiring berjalannya waktu."

     Aku menatapnya sendu, kata kata menenangkannya sanggup membuatku hendak menangis. Sebuah hal yang akhir-akhir ini sering sekali kulakukan, tiba-tiba saja ia beralih menatapku kemudian meraih pipiku dengan liquid bening yang terus mengalir bak air terjun. Mengusapnya dengan lembut kemudian tersenyum lebar.

     "Jadilah wanita yang kuat, katakan pada dunia bahwa kau tidak akan kalah. Menangis memang boleh namun yakinkanlah dirimu bahwa kau akan terus bangkit, setelah itu percayalah padaku bahwa kau akan melewatinya seperti angin lalu. Kau hebat, kau kuat, kau berharga, kau telah melangkah sejauh ini, jadi jangan berhenti. Percayalah juga pada dirimu sendiri, kau terlahir bukan tanpa alasan. Aku bangga telah bisa melihatmu berjuang sejauh ini."

     Tenang, hatiku tiba-tiba saja tenang dibuatnya hingga detik dimana aku mengangguk sembari masih sesegukkan. Orang itu tersenyum semakin lebar, kemudian terhempas bersamaan dengan hilir angin yang menyapaku dengan lembut. Detik berikutnya aku sudah berada dikamarku, dengan warna dan suasana yang sangat familiar. Aku terdiam sesaat, merenungkan segala yang telah terjadi hingga akhirnya tanpa sadar terkekeh,

     "Trimakasih, aku tau menjadi diriku itu sulit namun ternyata kau memang sehebat itu. Aku hanya terlalu meremehkanmu."

🍃🍃🍃

Remember, you're the leader of your own life and chant it over and over again. You can do it, you got it.

—Jung Hoseok—

SEBUAH KISAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang