Jangan lupa vomentnya ya, biar aku semangat^^
Start
"Kak Jennie mana Ma?" Melangkahkan kakinya menuruni tangga, lelaki berseragam dengan tas disebelah bahu itu berjalan membawa kedua tungkainya menuju dapur.
"Udah ke kampus duluan." Wanita yang sudah terlihat memiliki kerutan samar di wajahnya, namun masih terliha cantik itu menjawab dengan tangannya yang gesit membersihkan alat-alat dapur.
"Tumben cepet?" Haru menarik kursi makan untuk didudukinya, berhadapan langsung dengan sang Mama. Dapat dilihatnya tangan kurus itu dengan gesit membersihkan meja-meja yang kotor bekas sisa memasak tadi.
"Iya, tadi kakak kamu buru-buru, mau ngejer deadline katanya." Lelaki bersurai hitam legam itu mengangguk, meyenderkan badanya di senderan kursi dan mengambil roti yang sudah tersedia diatas meja serta segelas susu.
"Kamu mau naik motor?"
"Enggak deh Ma, lagi pengen naik kereta." Ujarnya sambil mengunyah roti berselai kacang.
Sang Mama mendudukkan diri bersebrangan dengan Haru yang hanya dibatasi oleh meja makan besar di tengahnya, "Mama hari ini kayaknya bakalan telat pulang, soalnya toko rotinya mau kedatangan tamu penting. Nanti kamu pulang sekolah langsung pulang, jangan keluyuran, cuaca sekarang lagi gelap, temeni kakak kamu di rumah." Haru mengangguk-anggukan kepalanya mendengar rentenan amanah Mamanya, dengan mulut masih fokus mengunyah.
Dara Lee, wanita kuat yang pernah Jennie dan Haru kenal. Single Parent adalah peran yang ia lakoni saat ini. Kehilangan sang suami tujuh tahun lampau sempat membuatnya kehilangan arah sampai berbulan-bulan lamanya. Namun, seiring bergilirnya waktu Dara tersadar bahwa ia masih memiliki tanggung jawab penting, masih ada kewajiban yang harus ia jalani dan tidak seharusnya ia lalaikan hanya karena keterpurukan yang tak berujung.
Dirinya tersadar, kedua darah dagingnya masih perlu perhatian darinya. Seketika Dara merasa menjadi orang tua terjahat saat mengingat keteledorannya dulu.
Dara sudah pernah melalui manis pahitnya menjalani kehidupan saat mendidik kedua anaknya seorang diri tanpa figur seorang suami, dan tentunya itu tidak mudah sama sekali. Ada kalanya ketika ia merasa jenuh tidak ada yang dapat ia bagi cerita, membagi keluh kesahnya kepada kedua anaknya yang masih kecil dan tidak mengerti apa-apa? Terlihat gila.
Terlepas dari itu semua, Dara sangat bersyukur kedua anaknya tumbuh menjadi anak yang taat dan pengertian terhadap dirinya. Dan jangan lupakan prestasi mereka yang tak perlu diragukan.
Kendati demikian, kenakalan remaja pasti tidak dapat dihindari, syukurnya kenakalan anak bungsunya itu masih di batas wajar. Yah, setidaknya kehidupan Dara tidak hitam putih.
"Iya Ma iya, lagian Haru males kemana-mana hari ini." Menelan gigitan terakhir roti selai itu, Haru melirik jam tangan hologram di pergelangan tangan sebelah kirinya.
"Yaudah, Haru pergi dulu. Mama jangan capek-capek nanti di toko roti, biar robot mama itu aja yang ngerjain."
Dara memang tidak memiliki satu pun robot pekerja di rumahnya, berbeda dengan toko rotinya, bahkan toko roti wanita itu hanya memiliki satu robot pekerja. Dulu Haru dan Jennie pernah menanyakan mengapa Mama mereka tidak memiliki satu pun robot pekerja dirumah mereka, bermaksud meringankan pekerjaan sang Mama yang tiap harinya bekerja di toko roti, namun sang Mama dengan santainya menjawab, "kalau masih sanggup dikerjain sendiri, kenapa harus yang lain." kata-kata yang tidak akan pernah bosan Dara sampaikan kepada dua anaknya.