02

361 63 10
                                    

"Saya gak akan beri tanah ini ke kalian! Saya gak peduli kalian mau bayar dengan jumlah sebanyak apapun! Tanah ini milik saya, kalian gak berhak ngambil hak yang bukan punya kalian! Pergi kalian dari sini!" Tampak mata Dara yang sudah memerah menahan tangis serta amarahnya yang menjadi satu.

"Saya tidak peduli, intinya besok toko ini sudah harus dikosongkan. Jika tidak lihat sendiri apa yang akan kami lakukan pada toko anda." Seperti tak ada belas kasihan, kelima pria tegap itu berlalu dari hadapan Dara dengan wajah tanpa ekspresi sedikitp pun. Tak meperdulikan Dara yang sudah memecahkan tangisannya saat ini.

"Saya gak akan kasih tanah peninggalan suami saya ke kalian! Ingat itu, bajingan!" Dara berteriak keras di depan pintu keluar kepada pria-pria yang sudah keluar dari tokonya dengan tangisnya yang menderu.

Semulanya Dara yang sedang bersantai mengecek data pemasokan bulan ini tiba-tiba di datangi oleh segerombol pria tegap berjas bak bodyguard. Dara yang mengira mereka adalah tamu penting yang dimaksud saat itu, ternyata adalah orang suruhan yang diperintahkan untuk mengambil alih lahan sekitar untuk dijadikan gedung-gedung baru. Jelas saja Dara menolak dengan mentah-mentah, dia tidak mau usaha yang ia bangun dari nol dengan jerih payahnya hancur hanya karena keegoisan pemerintah.

Dara berlutut, menangisi kejadian yang ia alami saat ini. Robot pekerjanya yang berlalu lalang di kedainya tak mengubris sosok Dara yang sedang menangis resah saat ini, sebab robot itu diprogram khusus untuk melakukan perintah, mereka tidak diciptakan memiliki perasaan.

Ia terus berfikir apa yang akan terjadi besok, yang pastinya Dara akan berusaha agar lahan miliknya tidak diambil alih oleh orang-orang salah seperti mereka.

Dara bangkit dari duduknya untuk mengemasi barang-barangnya. Jam sudah menunjukkan pukul enam sore, yang berarti sudah jamnya untuk pulang. Namun sebelumnya Dara ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya yang sembab sehabis menangis tadi, bisa-bisanya kedua anaknya akan khawatir bila ia pulang dengan keadaan kacau seperti sekarang.

Dara menarik nafasnya dalam-dalam sambil memejamkan mata, berusaha menenangkan fikirannya saat ini. Ia harus tenang.

Dara mematikkan semua sistem-sistem pada kedua robot pekerjanya dengan remot yang ia genggam. Dan dilanjuti dengan mematikkan semua lampu-lampu pada tokonya.

•••

"Kak, mama tumben lama pulangnya. Udah jam 5 lewat." Haru menududkkan dirinya di samping Jennie yang sedang memakan snack di pantry. Haru dengan santai mencomot makanan yang Jennie pegang tanpa permisi, yang membuat pemiliknya melayangkan tatapan sinis ke pelaku.

"Paling bentar lagi sampe." Setelahnya Jennie merampas kembali makanan yang sempat di ambil alih oleh Haru tadi.

Benar saja, tak lama suara mobil yang memasuki garasi terdengar samar di rungu mereka. Jennie langsung bergerak bangkit dari duduknya untuk membukakan pintu, diikuti dengan Haru di belakanganya. Sudah menjadi kebiasaannya selalu menyambut sang mama ketika pulang kerja.

"Mama." Jennie merentangkan kedua tangannya setelah pintu terbuka, dan langsung disambut hangat oleh Dara. Entah mengapa instingnya mengatakan ia harus melakukan itu. Ia hanya merasa seperti ada hal yang menggajal perasaannya.

Dan benar saja, selang beberapa detik kemudian tangisan Dara pecah kembali, sontak membuat kedua anaknya kaget bercampur khawatir.

"Mama kenapa?!" Haru yang berada di belakang Jennie langsung mengahampiri sang mama yang menangis di pelukan Jennie. Tangisan Dara yang tersedat-sedat membuat kedua anaknya semakin khawatir.

"Ma, mama tenang. Kita duduk dulu ya." Ujar Jennie lembut, Jennie menuntun Dara yang masih menangis sendu menuju sofa ruang tamu. Haru langsung bergegas menuju dapur untuk mengambil segelas air hangat.

Sesampainya di ruang tamu, Haru langsung menuntun tangan Dara untuk minum.

"Mama minum dulu biar tenang." Dara meminum air hangat itu dengan terburu-buru, sampai airnya kandas tak bersisa.

Setelah meletakkan gelas kosong ke meja, Haru berlutut di bawah sofa yang berhadapan langsung dengan sang mama. Haru memegang kedua tangan Dara yang terasa kasar sebab terlalu berkerja keras, mengelusnya sayang.

"Mama kenapa?" Dengan lembut Haru bertanya kepada Dara yang berada di depannya. Jennie yang duduk di sisi Dara hanya mampu mengelus-elus bahu sang mama agar lebih merasa tenang.

Dara yang sudah terlihat agak tenang dari sebelumnya menatap ke arah anak bungsunya.

"Enggak kok, mama cuma hari ini lagi sensitif aja." Dara mengembangkan senyumnya yang Jennie dan Haru tahu itu hanyalah senyum palsu untuk menutup keterpurukannya saat ini.

"Ma, mama gak bisa bohongin kita." Dara menoleh ke arah Jennie, mengembangkan senyum hangatnya dengan tangannya mengelus kepala Jennie sayang. Tak menjawab atau pun membantah, Dara hanya terus tersenyum menatap sembari mengelus kedua kepala anaknya bergantian.

"Mama itu kalo punya masalah cerita, jangan di pendem sendiri. Kita itu anak mama." Wajah Jennie yang semulanya merah menahan tangis akhirnya tak dapat menahan sesak di dadanya lagi ketika Dara menarik dirinya kedalam pelukannya. Tangisanya langsung meluruh. Pilu rasanya ketika melihat sang mama menangis dengan menyimpan rasa sakitanya seorang diri.

Haru yang berada di bawah mendongakkan kepalanya ke atas berusaha agar tak meneteskan air mata. Setelahnya Haru bangkit, ikut bergabung dalam pelukan pilu yang mampu menyanyat hati itu.

"Maafin mama." Hanya kata maaf itu yang mampu ia ucapkan tanpa memberikan penjelasan berarti yang ia alami saat ini. Dara mengelus kedua kepala anaknya yang berada di pelukannya sayang, dengan tangisan pilunya yang kembali berlanjut.



•••




Santai dulu kita ya momz.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 26, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐓𝐡𝐞 𝐋𝐚𝐬𝐭Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang