3

462 63 19
                                    

Hinata selalu bangun lebih awal, agar memastikan keluarganya dapat memulai hari dengan semangat-perut-yang penuh.

Kepiawaian Hinata di dapur, tidak diragukan lagi. Juru masak profesional; Hinata seharusnya sanggup membuka restoran keluarga.

Ia bisa, tentu saja. Biar begitu, Hinata lebih menikmati kewajibannya sebagai ibu rumah tangga yang mengurus rumah dan anak-anak.

Alasannya sederhana; ia mau membantu Naruto secara moral.

Alasan lain; Naruto mau anak-anaknya merasakan hangat kasih dari Hinata.

Maka, saat semua keluarganya menyantap sarapan pagi kali ini, Hinata merengkuh seluruh jiwa dalam khidmat; berdoa pada Sang Kuasa.

Semoga sehat selalu.

Semoga bahagia selalu.

Semoga selamat selalu.

Semoga..

Banyak sekali. Semoga yang ia harap melalui rapalan doa, terucap syahdu-senada dengan hembusan sejuk angin pagi. Hinata menilik surya yang sudah bersemi di kaki timur, segera setelahnya, ia imbuhkan amin sebagi penutup doa-doa yang sudah di lambungkannya ke langit.

"Hinata, kami berangkat!"

^*^

Kehidupan pasca-menikah memang tidak selalu mulus. Beberapa menemukan kendala dipertengahan masa pernikahan, menemukan cacat pada pasangan, kemudian berusaha berdamai dengan hal-hal tersebut.

Hinata tidak terlalu kaget melihat laku Naruto setelah menikah. Seperti bayangannya; bangun siang, malas, bodoh, konyol, dan semua hal-hal istimewa itu malah membuat dirinya semakin jatuh hati pada sosok bersurai kuning dan bermata jernih biru laut itu.

Namun, tidak bisa dipungkiri. Ada beberapa hal yang-sedikit-membuat Hinata kecewa. Ya, seperti sifat pelupa suaminya itu. Cukup membuatnya bersabar, tapi beberapa berhasil membuat hatinya sesak telak.

Seperti sekarang; hari ulang tahun pernikahannya, dan Naruto tidak menunjukkan tanda-tanda ingat atau mencium bau-bau kejutan dari suaminya.

Naruto berangkat lebih awal tanpa mengucap sesuatu yang spesial, dan sekarang, suaminya itu pulang untuk mengajaknya dan si bungsu melihat sesi tes pengulangan Boruto.

Hinata mengulas senyum. Suaminya mudah lupa.

Hinata akan berusaha untuk tidak sakit hati-bukan-kecewa mungkin kata yang tepat menggambarkan emosinya saat ini. Boruto sedang berusaha keras, rasa kecewa ia jadikan peraduan pada Kami-sama, agar anaknya berhasil tanpa asa.

"Kakak, semangat!"

"Boruto! Berjuanglah!"

Hinata mengepal tangan, memberi semangat. Ia percaya anaknya bisa. Setelah melakukan yang terbaik, hasil diumumkan segera. Ya, anaknya berhasil lolos kali ini.

Hinata melihat putranya langsung berlari menghampiri mereka. Wajah Boruto penuh kebanggaan. Seakan-akan mengatakan padanya, Kaa-san, aku melakukannya!

"Kau hebat, Boruto."

Sebentar saja, ia lihat, mata yang senada dengan suaminya itu berair. Hinata memberi pelukan singkat. Naruto terus saja memberi ucapan selamat sembari mengacak rambut putranya. Himawari memeluk dari bawah, ia ikut merasakan bahagia yang nyata.

Adegan keluarga bahagia ini tidak berlangsung lama. Boruto harus segera mengikuti kelas selanjutnya. Disusul Himawari, yang ternyata tertarik mengikuti kelas pengenalan ninja yang di awasi oleh Iruka-sensei.

OdorokiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang