2

818 85 14
                                    

"Ughh"

Mengusap mata, Naruto terbangun. Cahaya matahari yang masuk lewat jendela membuatnya silau. Dilihatnya Hinata sedang membaca buku dengan secangkir teh di nakas.

"Selamat pagi, Hinata,"

Bukannya membalas, Hinata justru tertawa kecil. Ia menutup bukunya dan berjalan ke arah ranjang.

"Selamat siang, Naruto-kun,"

Reaksi Naruto mengejutkan. Ia terlihat gelagapan ketika Hinata mengatakannya. Ia melihat jam di nakas. Sekarang sudah jam dua belas siang.

"Ah! Aku kesiangan!"

Hinata yang bingung kemudian bertanya, "apa hari ini ada rapat?"

Naruto menatap Hinata dalam. Hinata mengedipkan matanya berkali-kali, tapi Naruto tak kunjung membalas. Ia justru memeluk Hinata, yang membuatnya semakin bingung.

"Hari ini.. hari liburku," sahutnya sambil memeluk Hinata.

"Aku sudah punya rencana, tapi aku menggagalkannya."

Naruto mendongak, Hinata menatapnya masih dengan senyuman. Naruto meringis, tatapannya berubah sendu.

"Tak apa, mungkin lain kali." Ucap Hinata lembut. Naruto merasa bersalah, padahal ide itu sudah semalaman ia pikirkan.

Ia bercerita, hari ini, ia ingin mengajak keluarga kecilnya pergi ke bukit belakang untuk piknik. Kemudian bermain permainan kecil dan makan siang di sana. Ia ingin menghabiskan waktu libur dengan keluarganya. Tapi, semua itu gagal karena ia kesiangan.

Ia kemudian mencari ide lain; mengajak keluarganya makan siang sebagai ganti.

Hinata menggeleng. Kedua anaknya sedang diluar. Boruto mengerjakan tugas kelompok, sedangkan Himawari bermain di rumah kakeknya sampai sore.

Naruto menggaruk rambutnya kasar. Hinata berusaha menenangkannya. Naruto kesal, hal yang sangat ingin dia lakukan justru gagal karena dirinya. Sekarang ia hanya bisa diam di rumah. Menunggu anak-anaknya pulang sambil membantu Hinata.

^*^

Naruto lupa, istrinya terlalu sempurna untuknya.

Ia berpikir bisa membantu Hinata membersihkan rumah, nyatanya, saat ia sampai di bawah semua sudah dirapihkan.

Semuanya; dipel, disapu, ditata.

Hinata bahkan sudah selesai menjemur pakaian, belanja ke pasar, dan memasak makan siang.

"Kau.. melakukannya sendirian?"

Naruto-masih dengan tatapan tidak percaya-menunjuk seisi rumah asal. Hinata tersenyum, ia kemudian mengajak Naruto duduk di sofa.

"Ini memang tugasku, kan?"

"Setiap hari?" Hinata mengangguk.

"Ya ampun!"

Ekspresi Naruto benar-benar.. Hinata tak henti-hentinya tertawa, "Naruto-kun berlebihan."

Dimata Naruto, Hinata benar-benar luar biasa. Wajah Naruto tidak dibuat-buat. Ia benar-benar takjub dengan istrinya.

"Aku bahkan tidak bisa melakukan semuanya tanpa bunshin-ku."

Hinata menyandarkan kepalanya di pundak Naruto. Tawanya masih melekat. Naruto masih tetap dengan mimik tidak percayanya itu.

OdorokiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang